Jadi profit center, bukan cost center



Persaingan di industri perbankan tanah air kian ketat. Selain bersaing dalam besaran suku bunga, adu dalam pengembangan teknologi juga cukup ketat. Kepada wartawan KONTAN Francisca Bertha Vistika Putri, Direktur Utama PT Bank MNC Internasional Tbk Mahdan memaparkan strateginya untuk bisa bersaing di industri perbankan saat ini.

Ketika pertama kali saya menjabat posisi direktur utama pada Maret 2019, saya diharapkan bisa mengembangkan bank ini secara sehat. Tujuannya, bisa memenuhi harapan pemegang saham, nasabah, karyawan dan regulator.

Masalah utama yang harus dihadapi itu adalah bank umum kegiatan usaha (BUKU) II punya modal yang tidak besar, yakni antara Rp 1 miliar sampai Rp 5 miliar. Masalahnya bukan karena tidak ada komitmen pemegang saham dalam memberikan modal. Tapi, lebih karena sumber dana kebanyakan dari deposito. Padahal, bunga deposito itu mahal. Bunganya bisa 8%-9%. Jadi, kami agak sulit menentukan bunga kredit.


Berbeda dengan Buku III dan BUKU IV, mereka sudah canggih. Bank tersebut bisa mengambil sumber dana murah atau current account savings account (CASA). Nasabah cenderung tidak peduli dengan bunga yang ditawarkan, tetapi lebih tertarik pada servisnya.

Nah, kami belum sekelas mereka. Mencari dana murah itu susah. Tapi, kami mau mencari dana murah dengan memperbesar giro dan CASA. Sekarang, sumber dana kami dari CASA baru 19%, dan 81% lainnya dari deposito.

Nah, tantangan kami sekarang ini adalah likuiditas di pasar yang masih sangat ketat. Agar kredit bisa tumbuh, kami butuh mencari dana. Masalahnya, kalau kami memberi bunga deposito 8%, sedangkan bank BUKU III dan IV kasih 9%, nasabah pasti akan lari ke mereka.

Cara kami mengatasinya, paling tidak dengan memberi margin bunga yang tipis. Bunga kredit tidak terlalu tinggi, tetapi dengan kualitas debitur yang baik, tentu juga kinerja kami juga akan baik.

Untuk mengembangkan Bank MNC, sejauh ini ada beberapa hal yang saya lakukan. Pertama, saya meminta manajemen ini lengkap dan berkompeten. Apabila manajemen tidak solid, perusahaan akan susah berjalan. Makanya, saya ingin sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kesamaan membangun bank secara serius dan bekerja keras.

Awalnya, banyak SDM yang harus diubah, baik itu diganti atau ditambah. Mereka yang visi dan misinya tidak pas, umumnya memilih mundur. Bukan hanya manajemen di pusat, tetapi juga tim di cabang.

Sekarang ini, kami memiliki 16 cabang utama, 27 cabang pembantu, dan 15 kantor kas. Kepemimpinan cabang itu sebenarnya sama dengan pusat karena punya mini CEO dan mereka harus ikut berbenah.

Pentingnya efisiensi

Saya sendiri sebenarnya menerapkan kepemimpinan yang penuh cinta dan kekeluargaan pada karyawan agar tidak ada jarak. Saya pesan ke tim, kalau menemukan masalah, segera sampaikan. Soalnya, isu sekecil apa pun bisa saja menjadi besar. Kunci utamanya, tim harus terbuka dengan saya.

Tapi buat saya, ukuran tim itu hasil kerjanya bagus. Kalau bisa diselesaikan hari ini, ya diselesaikan hari ini juga.

Kedua, kami melakukan efisiensi. Jika ada pengeluaran yang tidak menghasilkan, kami tekan. Jadi, harus jelas manfaatnya apa. Prinsipnya, jika mau ada keuntungan, tidak hanya mendorong jualan, tetapi juga menekan biaya lain.

Misalnya, penawaran kartu kredit. Penjualan yang melalui direct sales butuh dana besar. Awalnya ada 1.000 penjual, lalu ketika saya masuk menjadi 500. Ini kami tekan lagi menjadi 300 tenaga sales.

Walaupun volume yang dijual berkurang, tetapi kami genjot kualitasnya. Mereka tidak perlu masuk ke semua pasar, tetapi fokus menyasar perusahaan. Misalnya, target kartu kredit di perusahaan itu jelas siapa dan gajinya berapa.

Sekarang ini, aplikan kami ada 160.000. Kami memberdayakan mereka dengan cara memberikan program-program menarik agar tidak lari.

Efisiensi kami lakukan juga lewat digitalisasi. Dengan mengurangi direct sales, kami memfasilitasi aplikasi digital untuk calon aplikan. Mereka tinggal mengisi formulir via aplikasi dan melakukan pemeriksaan di BI checking, Dukcapil, dan info lainnya dengan aplikasi tersebut.

Ketiga, kami juga melakukan pembenahan cabang. Cabang itu seperti barang mewah. Buka cabang izinnya susah, panjang prosesnya, dan ongkosnya besar. Lagipula, kebanyakan cabang itu mencari dana. Padahal, fungsi cabang sebenarnya sama seperti kantor pusat. Cabang bukan hanya mencari dana, tetapi juga jual kartu kredit.

Makanya, saya merevitalisasi cabang. Di beberapa daerah, cabang pembantu yang tidak efisien akan kami tutup dan satukan. Tapi, itu bukan strategi utama kami. Yang terpenting bagi kami, SDM di cabang itu kompeten. Kepala cabang harus tahu mereka itu profit center, jangan jadi cost center.

Akan tetapi, ada beberapa daerah yang memang bisa mencari dana besar, tetapi sulit mencari debitur. Yang seperti ini, pengelolaannya akan kami atur.

Meski tantangan besar, saya sendiri tidak khawatir karena peluang di perbankan cukup besar. Saya yakin, Indonesia ini akan berkembang dan banyak pengusaha butuh dana. Mereka ini harus didekati. Di sisi lain, bagian sales harus bisa menawarkan produk yang sesuai lewat komunikasi yang bagus.

Dengan tantangan dan peluang itu, kami menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini 12% dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 10%.

Mahdan Presiden Direktur PT Bank MNC Internasional Tbk

Menularkan hobi game pada anak   Sibuk mengembangkan PT Bank MNC Internasional Tbk tak lantas membuat Mahdan kehilangan waktu untuk bersenang-senang dengan anak. Pria kelahiran Aceh ini mengaku senang menghabiskan waktu luang dengan ketiga anaknya. "Kalau libur, saya suka di rumah. Kadang saya nonton sama anak-anak. Walaupun mereka sudah mengajak temannya nonton, kalau saya tidak ikut, mereka akan kecewa," tutur Mahdan.

Sesekali Mahdan juga menemani sang anak bermain futsal. Meski ada teman-temannya, biasanya Mahdan tetap ikut turun ke lapangan. Mereka suka mengajak teman, supir, bahkan pembantu untuk main bola. "Saya juga ikutan tapi ya sebentar saja. Nggak kuat larinya," kata Mahdan terkekeh.

Saking dekatnya dengan anaknya, Mahdan menularkan hobi nge-game pada mereka. Dulu, jika ada waktu senggang, ia rutin bermain game. Bahkan ia sudah menamatkan Resident Evil. Sayangnya, kesibukan membuatnya lepas dari game semenjak lima tahun yang lalu.

Kini sang anak yang justru keranjingan dengan game. "Sekarang, saya sudah tidak main lagi. Saya sudah senang walau hanya melihat mereka main game," ujarnya.

Bukan hanya menjadi sahabat yang baik bagi anak, Mahdan ternyata juga menjadi rekan curhat bagi mahasiswa yang dibimbingnya. Sekadar informasi, Mahdan masih aktif menjadi dosen di Universitas Indonesia (UI) dan mengajar mata kuliah akuntansi.

Mahdan mengaku menjadi dosen adalah hal yang menyenangkan. Bukan masalah finansial, melainkan dorongan untuk membagi ilmunya pada orang lain. Mengajar itu untuk mengabdi. "Makanya, saya sebenarnya tidak hanya mengajar, tetapi juga memberi motivasi ke para mahasiswa," kata Mahdan.

Gaya Mahdan mengajar diawali dengan memberikan motivasi pada mahasiswanya pada 30 menit pertama. Ia menasihati mahasiswanya agar tidak malas belajar karena masuk UI adalah sebuah perjuangan.

Usai diberi motivasi, banyak mahasiswa yang meresapi kata-katanya. Saya memotivasi agar mereka sadar bahwa harus terus belajar. Jangan sia-siakan kesempatan. Dengan begitu, saya jadi dekat sama mahasiswa. "Makanya kalau selesai mengajar, mereka suka mengajak foto-foto bahkan curhat sama saya," tuturnya sambil tertawa.♦

Francisca Bertha Vistika Putri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi