KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Hukum dan HAM sebagai pihak yang digugat oleh PT Aryaputra Teguharta tak menghadiri sidang perdana di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Kamis (28/6). "Tergugat seharusnya sekarang memberikan jawaban, namun tak hadir. Majelis hakim masih memberikan kesempatan bagi tergugat menyampaikan jawabannya pada Kamis, 5 Juli 2018 pada sidang selanjutnya," kata Ketua Majelis Hakim Nasrifal dalam sidang. Hakim Nasrifal juga menyatakan meski tanpa kehadiran tegugat, sidang akan tetap dilaksanakan hingga putusan.
Sementara dalam sidang, Majelis Hakim juga telah menetapkan PT BFI Finance, Tbk (BFIN) sebagai tergugat intervensi dalam perkara ini. Pertimbangannya, BFI punya relasi dan kepentingan hukum atas gugatan ini. "Karena telah menjadi tergugat intervensi, ada konsekuensi hukumnya, tergugat intervensi harus memberikan jawaban juga, dan kemudian adapula permohonan penundaan objek sengketa oleh penggugat, maka tergugat intervensi harus memberikan tanggapan juga," lanjut Nasrafil. Gugatan Aryaputra terdaftar di PTUN Jakarta dengan nomor perkara 120/G/2018/PTUN.JKT pada 16 Mei 2018. Dalam perkara ini, Aryaputra menggugat Menteri Hukum dan Ham lantaran menerbitkan perubahan anggaran dasar BFI pada 2001, 2007-2009, 2012-2018. Sementara dalam gugatan ini ada 12 objek sengketa yang diajukan. Seluruh produk TUN yang diterbitkan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemkumham tersebut dinilai salah lantaran didasari oleh peralihan saham-saham BFI milik Aryaputra pada 2001 yang dianggap Aryaputra ilegal. Sekadar informasi, sengketa saham milik Aryaputra berawal ketika induk perusahaannya, PT Ongko Multicorpora mendapatkan fasilitas kredit dari BFI Finance. 111.804.732 saham Aryaputra, dan 98.388.180 saham milik Ongko jadi jaminan atas fasilitas tersebut.
Kesepakatan tersebut dilakukan pada 1 Juni 1999, dan akan berakhir pada 1 Desember 2000. Dalam salah satu klausul perjanjiannya, jika Ongko tak melunasi tagihannya, maka BFI berhak melego saham-saham tersebut. Sayangnya hal itu benar terjadi pada 7 Desember 2000. Ketika BFI Finance terjerat proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). 210.192.912 total saham dibeli oleh Law Debenture Trust Corporation, perusahaan
offshore trustee dari Inggris. Hal tersebut yang kemudian ditolak Aryaputra, lantaran merasa pengalihan saham tersebut dilakukan tanpa persetujuan Aryaputra. Nah peralihan saham ini yang kemudian disahkan oleh Kemkumham, dan jadi objek sengketa perkara ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi