Jaga Destinasi Wisata, Pemerintah Kaji Penerapan Pajak Turis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia akan mengenakan pajak kepada turis asing yang datang ke Indonesia. Hal ini sejalan dengan banyaknya negara lain yang mulai memberlakukan pajak turis.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan, pengenaan pajak turis ini berkaitan dengan aspek upaya konservasi, upaya menjaga destinasi, dan upaya untuk meningkatkan promosi.

Ia bilang, rencana untuk memungut pajak turis di Indonesia ini masih tengah dibicarakan oleh lintas kementerian dan lembaga (K/L) sehingga masih belum akan diberlakukan dalam waktu dekat.


"Kajian ini masih dibicarakan lintas K/L. Posisi terakhir dalam tahap pembahasan," ujar Sandiaga dalam The Weekly Press Briefing, Selasa lalu (2/5).

Baca Juga: Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan Rendah, Ini Langkah Ditjen Pajak

Menurutnya, apabila aturan tersebut sudah diterapkan, pihaknya akan melakukan sosialisasi terlebih agar tidak memiliki pengaruh negatif pada pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia.

"Seandainya nanti sudah mencapai tahap kajian dan pengajuan, kita akan sosialisasi dulu karena kita tidak ingin ini menjadi sebuah narasi yang negatif terhadap pemulihan pariwisata dan ekonomi kreatif," katanya.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pihaknya belum menerima informasi terkait wacana pajak turis tersebut.

"Mohon maaf saya tidak terinfo ya," ujar Yon kepada Kontan.co.id, Jumat (5/5).

Oleh karena itu, belum diketahui, apakah pajak turis ini bakal masuk ke penerimaan pajak daerah atau pajak pusat. Yang jelas, Yon bilang, pembahasan kebijakan tersebut akan melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) terlebih dahulu.

"Kalau pembahasan policy di BKF," imbuhnya.

Meski begitu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, pajak turis ini tidak memungkinkan untuk masuk ke jenis pajak pusat. Namun, bisa masuk ke pajak daerah meski harus mengubah kembali undang-undang (UU) yang membatasi jenis pajak daerah.

"Kemungkinan lain bisa menggunakan instrumen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dipungut ketika turis masuk ke yurisdiksi Indonesia atau wilayah tertentu yang telah ditentukan seperti destinasi," terang Fajry kepada Kontan.co.id, Jumat (5/5).

Dirinya setuju dengan pengenaan pajak turis tersebut. Hal ini bertujuan agar turis yang masuk ke Indonesia atau destinasi wisata tertentu adalah turis-turis yang berkualitas. Ia melihat, selama ini banyak turis-turis nakal yang masuk ke Indonesia karena beranggapan wisata di Indonesia termasuk murah.

Selain itu, pengenaan pajak turis ini juga dapat menambah kantong penerimaan daerah. Meski begitu, Fajry menekankan bahwa kebijakan tersebut harus benar-benar didesain secara tepat.

"Mungkin dapat digunakan di wilayah tertentu yang memiliki permasalahan seperti itu, seperti Bali. Jadi pungutannya dikenakan di tiap bandara. Namun perlu sosialisasi dengan baik agar mereka tidak memiliki kesan dipalak nantinya," jelas Fajry.

Senada dengan Fajry, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, idealnya pajak turis ini langsung masuk ke penerimaan daerah sehingga adil bagi daerah.

"Idealnya begitu, nanti hasilnya dikelola daerah, tapi harus ada standar tarif antar daerah sehingga pemda tidak seenaknya menaikkan pungutan pajak," ucap Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (5/5).

Hanya saja, Bhima khawatir, jika pajak turis berlaku di bandara atau umum, maka akan menambah berat biaya berwisata ke Indonesia. Pada ujungnya, kebijakan tersebut akan berdampak ke pencapaian devisa pariwisata.

"Bisa berdampak ke devisa, tapi diskursus soal berapa tarif dan skema pemungutan pajak perlu dilakukan secara hati-hati," katanya.

Sebagai informasi, ada sejumlah negara yang sudah memungut atau mulai memungut pajak turis pada tahun ini. Misalnya saja negara Malaysia, Belanda, Spanyol, Perancis dan Jerman.

Baca Juga: Ekonomi RI Kuartal I 2023 Tumbuh 5,03%, Ekonom Ini Nilai Underperformed

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat