KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dinilai harus menguatkan peran Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam menghadapi peperangan antara Rusia dan Ukraina, agar harga pangan tidak melonjak dan dapat tersedia untuk masyarakat. “Yang perlu dilakukan pemerintah yakni penguatan Bapanas yang sebenarnya sudah dilakukan. Bapanas kan sudah dibentuk organisasinya, dan Bapanas mempunyai tugas di 9 bahan pangan pokok, dari itu saja,” kata Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa kepada Kontan.co.id, Jumat (25/2). Menurutnya pemerintah harus mempunyai cadangan pangan yang memadai, sehingga apabila ada sesuatu hal yang di luar prediksi, maka pemerintah bisa intervensi.
Ia juga menilai, selama produksi serealia sesuai dengan prediksi tahun lalu, maka kebutuhan pangan impor tidak akan sulit. “Kalau ada apa-apa bisa diintervensi pemerintah. Secara umum saya tidak akan mengkhawatirkan gejolak dunia,” jelasnya. Senada, Guru Besar Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Medan Posman Sibuea menjelaskan, rantai pasok mesti dijaga oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Bapanas.
Baca Juga: Harga Pangan Turun, Ekonom Bank Mandiri Prediksi Februari 2022 Akan Deflasi 0,10% Menurutnya, rantai pasok tersebut harus diperkuat sehingga kebutuhan pangan akan mengalir, dan tidak ada keterputusan antara pemasok dan masyarakat yang membutuhkan. “Jadi harga-harga juga jangan sampai meningkat secara signifikan tidak bisa dikendalikan seperti minyak goreng sekarang,” ungkapnya. Dalam hitungannya, saat ini ketersediaan pangan, terutama pangan impor masih akan cukup dalam 2-3 bulan ke depan, dan setelahnya harus dikendalikan. Setelah itu, ia menyebut bahwa masyarakat harus bisa mengerem konsumsi dari pangan impor. Dwi menilai, harga pangan impor akan mengalami kenaikan ke depan, karena adanya kenaikan biaya transportasi karena harga minyak mentah yang naik. “Dalam arti memang ada potensi harga pangan dunia kan naik, karena ini menaikkan biaya transportasi, tapi naiknya tidak terlalu tinggi, oke-oke saja, tidak akan besar. Yang akan berpengaruh biaya transportasi, bukan karena kelangkaan pangan, bukan karena penurunan produksi pangan,” jelasnya.
Posman juga menilai harga pangan impor akan naik karena kebutuhan pangan impor terkait dengan kebutuhan energi. Selain itu harga pupuk juga menurutnya akan semakin meningkat dan prediksinya akan semakin mahal. “Petani harus disubsidi, dijaga, dan ketersediaan pupuk subsidi di hulu berkelanjutan, di sektor budidaya, dan pangan olahan dan ketersediaan lainnya,” katanya. Sementara itu, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai seharusnya pemerintah sudah memikirkan terkait hal ini jauh-jauh hari, dan seharusnya sudah belajar dari keadaan pandemi dua tahun ke belakang. “Pemerintah mestinya belajar dari dua tahun pandemi, yang membuat impor jauh lebih tidak mudah di kala normal. Ada banyak hal yang tak mudah diprediksi tatkala pandemi, yang itu membuat impor terhambat. Importir biasanya melakukan kontrak pembelian jangka panjang di bursa komoditas. Jika ini yang dilakukan, mereka akan dapat kepastian pasokan dan harga,” ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi