Jaga rupiah, cadangan devisa berkurang US$ 2,8 M



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa akhir Juni 2015 tercatat US$ 108,0 miliar atau turun US$ 2,8 miliar dari posisi akhir Mei yang sebesar US$ 110,8 miliar. Penurunan ini karena bank sentral menggunakan dana tersebut untuk menjaga nilai tukar rupiah dan membayar utang luar negeri pemerintah.

BI mengklaim intervensi untuk menjaga rupiah adalah langkah penting yang perlu dilakukan. "Agar rupiah sesuai fundamentalnya guna mendukung stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, Selasa (7/7).

Memang, nilai tukar rupiah pada bulan keenam melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Rata-rata bulanan nilai tukar rupiah pada Juni 2015 tercatat Rp 13.313 per dollar AS, melemah 1,31% dibanding bulan sebelumnya Rp 13.140. Pelemahan karena efek eksternal, yakni penguatan ekonomi AS dan isu seputar kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve.


Waspadai China

Meski begitu, posisi cadangan devisa per akhir Juni ini masih cukup membiayai 7 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jumlah itu masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat nilai tukar rupiah masih rentan terhadap tekanan eksternal. Kondisi Yunani dan persoalan terbaru dari China yang dikhawatirkan mengalami krisis bakal menekan rupiah.

Di pasar keuangan, keluarnya dana asing akibat sentimen eksternal masih jadi penentu bagi rupiah. Rupiah berpotensi melemah ke arah Rp 13.300 per dollar AS. "BI harus menjaga agar tidak lewat dari batas aman rupiah Rp 13.380," terangnya.

Apa yang dilakukan BI dengan menggelontorkan cadangan devisa untuk menstabilkan rupiah memang harus dilakukan. Jika BI tidak mengeluarkan cadangan devisanya, rupiah akan semakin tertekan dan dampaknya merambat ke mana-mana. Pelemahan rupiah yang akan memukul makro ekonomi adalah menaikkan inflasi dan biaya impor.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai cadangan devisa adalah instrumen BI untuk menstabilkan rupiah disamping untuk mempertahankan kebijakan moneter ketatnya. Tapi kini, dengan sentimen global yang terus terjadi, BI harus berpikir untuk mempertebal pundi-pundi cadangan devisa.

BI harus memperluas kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan berbagai negara, khususnya negara di Asia. "Sekarang bagaimana BI meningkatkan devisa," tandas Josua.

Saat ini Indonesia telah menandatangani sejumlah BSA dengan berbagai negara. BSA dengan China senilai US$ 15 miliar, dengan Jepang senilai US$ 22,78 miliar, dan dengan Korea Selatan senilai US$ 10 miliar. Ada pula komitmen kerja sama Perjanjian Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) antara Indonesia dengan negara kawasan ASEAN, juga dengan China, Jepang serta Korea Selatan sebesar US$ 240 miliar.             

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie