KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, kenaikan harga beras saat musim gadu atau musim panen kedua menuju musim paceklik hingga panen raya merupakan hal yang normal. Kenaikan harga beras/gabah menurutnya selalu mengikuti irama panen. Dimana harga akan rendah saat panen raya, dan meningkat saat panen gadu, kemudian menjadi tinggi saat musim paceklik. Adapun saat ini sudah masuk musim gadu. Menurutnya selama 2 tahun sampai 3 tahun terakhir harga beras/gabah relatif stabil, baik antar wilayah maupun antar musim.
Sepanjang tahun 2020-2021, dari 12 bulan dalam setahun terjadi tujuh kali deflasi. Bahkan Maret lalu, Khudori juga menyampaikan beras juga deflasi. Baru Agustus terjadi inflasi.
Baca Juga: Stok Beras Bulog Menipis, Ini Penyebabnya Menurutnya, kenaikan harga beras tersebut, selain mengikuti musim panen, diduga lantaran pemerintah memberikan fleksibilitas kepada Bulog untuk pengadaan beras. "Pemberian fleksibilitas saat musim gadu itu menurut saya tidak tepat. Karena fleksibilitas itu kan sama saja dengan harga naik. Nah, harga baru inilah yang jadi dasar pelaku usaha membeli beras di pasar," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (26/9). Menurutnya, jika menengok pada keterangan Bulog, stok saat ini ada sekitar 800.000 ton. Dan diharapkan akan ada tambahan pengadaan di musim gadu. Namun, Ia menegaskan, Bulog diminta tidak memaksakan berebut dengan pelaku usaha lain untuk berburu gabah/beras di pasar. Pasalnya, hal tersebut justru akan membuat harga beras/gabah semakin terpantik tinggi.
Baca Juga: Berbagi Tugas Bulog dan Holding Pangan ID Food "Kalau harga gabah/beras sudah di atas HPP itu sinyal Bulog tidak perlu masuk pasar. Kalau masuk ke pasar, fungsi stabilisasi bakal rusak. Karena pada saat yang sama, Bulog juga melakukan operasi pasar untuk menekan harga. Pengadaan bersamaan dengan penyaluran itu jadi tidak jelas mana yang jadi fokus," jelasnya. Namun langkah tersebut memiliki risiko Bulog tidak dapat optimal dalam menyerap gabah/beras di musim gadu, hingga dampaknya stok di gudang Bulog tidak bertambah. Khudori menyarankan agar kebijakan mengenai beras/gabah dapat memperhitungkan bagaimana realisasi serapan Bulog di bulan depan. Pada dasarnya Ia tak mendukung adanya impor, lantaran survei cadangan beras oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis beberapa bulan lalu menunjukkan cadangan beras di berbagai tempat itu besar.
Baca Juga: Panen Padi Diprediksi Mundur, Bulog Sebut Ketersediaan Beras Memadai Namun dalam konteks stabilisasi dan perlunya cadangan yang aman, apabila stok beras pemerintah tak mencukupi maka Khudori menyebut perlu dilakukan importasi terbatas. "Kalau pengadaan dari dalam negeri tidak mencukupi dengan apapun alasannya ya bisa dibuka impor terbatas. Tapi ini sebaiknya ditunggu sampai realisasi pengadaan Oktober," kata Khudori. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli