Jagung subsidi tak layak jadi pakan, peternak pertanyakan pasokan jagung



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas yang naik kencang beberapa waktu terakhir berdampak pada kenaikan harga bahan baku pakan ternak. Bagi peternak kondisi ini menjadi kabar yang cukup buruk lantaran biaya produksi mereka menjadi meningkat di tengah daya beli masyarakat yang masih rendah. 

Sejatinya, Kementerian Pertanian telah memiliki solusi dengan mengadakan jagung bersubsidi seharga Rp 4.500 per kilogram. Beberapa waktu lalu Kementerian Pertanian mengirimkan jagung bersubsidi kepada Koperasi Peternak Ayam Blitar, sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo agar ketersediaan pakan ayam murah. 

Namun, para peternak menilai jagung subsidi tersebut tidak layak digunakan sebagai pakan ayam. Peternak menyebut jagung subsidi memiliki kadar air 25%-29%. Sementara standar kadar air jagung layak untuk pakan ayam hanya 15%. 

Ketua Pinsar Petelur Nasional, Yudianto Yosgiarso, mengatakan, meski tidak semua, tapi beberapa jagung ada yang basah dan kering. "Tapi dengan kondisi basah, petenak takut ambil," ujar dia dalam rilis, Jumat (1/10)

Baca Juga: Kenaikan harga pakan jagung tak mempengaruhi bisnis Widodo Makmur Unggas (WMUU)

Yudianto meminta komitmen pemerintah menyiapkan 30.000 ton jagung harus segera terealisasi. Saat ini, peternak masih kesulitan mencari harga pakan dari jagung, meski harganya Rp 5.300-Rp 5.700 per kg. 

Menurut Yudianto, peternak sudah kesulitan memperoleh pasokan jagung sejak awal tahun 2021, namun tidak digubris Kementerian Pertanian. Padahal, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian BUMN menugaskan Perum Bulog untuk memasok 30.000 ton jagung pakan kepada peternak rakyat dengan harga yang sesuai dengan Harga Acuan Pemerintah (HAP) yaitu Rp 4.500 per kg. 

Sebelumnya pada acara panen jagung nusantara di Desa Banjarsari, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, produksi jagung nasional pada 2021 diperkirakan kelebihan pasokan 2,85 juta ton. 

Kalau menurut Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara, Alvino Antonio, masalah pakan unggas bukan karena kelangkaan jagung. Tapi harga jagung mahal. Harga yang beredar di pasar tidak sesuai dengan harga acuan Permendag No 7 tahun 2020 yaitu Rp 4.500 per kilogram. 

Baca Juga: Komoditi Jagung dan Problem Harga Acuan

Alvino dan peternak mempertanyakan surplus jagung yang tak selaras dengan harga di pasar yang tetap tinggi. "Ditambah lagi peternak rakyat rugi karena harga jual telur di kandang sekitar Rp 14.500-Rp 15.000 per kg, sedangkan harga pokok produksi mereka di peternak rakyat di Rp 21.000 per kg, jadi peternak menanggung kerugian antara Rp 6.000-Rp 7.000 per  kg," ujar dia. Ini karena harga jagung di kisaran Rp 6.000-Rp 6.200 per kg. 

Peternak akhirnya menerima jagung dari mana saja asalkan harganya sesuai dengan acuan Permendag yaitu Rp 4.500. "Pemerintah saat ini belum ada impor jagung, tapi kemarin info dari Kementan jagung lokal surplus sekitar 2,3 juta ton. Kami mempertanyakan kalau surplus kok harga jagung Rp 6.200 per kg?," kata Alvino. 

Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo meminta pemerintah berkonsolidasi dengan peternak tentang penyaluran jagung di daerah karena harga yang terlalu tinggi. "Pertama yang diutamakan adalah kepentingan masyarakat dulu," kata dia. 

Firman menyarankan, pemerintah menggerakkan industri usaha mikro kecil menengah (UMKM) menyangkut prioritas kebutuhan peternak unggas, seperti peredaran jagung harus dikendalikan pemerintah. Selain itu, dia menyebutkan, pemerintah mengatur secara ketat penerapan harga jagung batas bawah dan atas untuk menguntungkan petani maupun peternak unggas, serta membatasi harga bagi produk impor.

Baca Juga: Mendag siapkan strategi agar telur ayam bisa terserap maksimal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana