Jagung tak mencukupi, impor gandum terancam naik



JAKARTA. Kebijakan Pemerintah menutup kuota impor jagung pada 2017 dikhawatirkan akan berimbas pada meningkatnya jumlah impor gandum. Jika perkiraan produksi jagung tahun ini tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka para pelaku industri terpaksa mengganti bahan bakunya dengan gandum.

"Masalahnya, jagung tidak hanya digunakan untuk industri pakan ternak. Tapi juga industri makanan yang setiap tahun jumlahnya cenderung bertambah. Itu tandanya kebutuhan jagung kita setiap tahun meningkat," ujar Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rabu (15/2).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor gandum sepanjang Januari-Desember 2015 mencapai 7.41 juta ton dengan nilai US$ 2 juta. Sepanjang tahun 2016, impor gandum melonjak menjadi 10,5 juta ton dengan nilai US$ 2,4 juta. "Sekitar 2,2 juta impor gandum untuk bahan baku dan 8,3 juta ton untuk konsumsi," jelas Sasmito Hadi Wibowo, Deputi Bidang Statistik Jasa Dan Distribusi BPS.


Sasmito mengakui kenaikan impor gandum tahun 2016, karena ada beberapa industri pakan ternak yang mengalihkan bahan bakunya dari jagung ke gandum. Pada 2017, impor gandum diprediksi masih tinggi. Kecuali jika produksi jagung dalam negeri benar-benar mampu mencukupi kebutuhan industri dan rumah tangga.

Enny menyebut, selama ini pemerintah memiliki data yang berbeda-beda soal produksi dan konsumsi komoditas pertanian, termasuk gandum dan jagung. "Selama ini pemerintah mengklaim produksi jagung dalam negeri mencukupi, bahkan berlebih. Akan tetapi, kenyataan di lapangan impor gandum meningkat karena kuota impor jagung dibatasi," ungkapnya.

Sebelum membuat kebijakan, Enny menyarankan pemerintah memastikan lebih dahulu data yang dimiliki akurat. Di samping itu, pemerintah diminta bisa melihat arus distribusi komoditas. Menurutnya, yang dibutuhkan oleh pelaku industri adalah pasokan bahan baku secara kontinyu.

"Kalaupun produksi jagung kita mencukupi tahun ini, tapi sentra jagung letaknya cukup jauh dan distribusinya menyulitkan pelaku industri. Memakan biaya operasional cukup tinggi. Jelas mereka akan lebih memilih impor gandum yang lebih mudah," kata Enny.

Meski harga gandum impor lebih tinggi dibanding jagung, akan tetapi pelaku industri diperkirakan tetap akan mengimpor gandum. Sebab, jika digabung dengan biaya operasional dan distribusi apabila sentra jagung jauh, akan lebih mahal.

"Kita lihat saja nanti bagaimana realisasi produksi jagung tahun ini. Jika belum mencukupi, impor gandum diperkirakan akan tetap tinggi. Daripada para pelaku industri harus menutup usahanya, mending beralih ke bahan baku lain," tutur Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini