Jakarta cabut larangan pendirian minimarket



JAKARTA. Pengusaha minimarket dan convenience store bebas menambah gerai di Jakarta. Gubernur DKI Jakarta mencabut Instruksi Gubernur DKI Jakarta No 115/2006 tentang Penundaan Perizinan Minimarket di Jakarta. Pencabutan larangan pendirian minimarket itu tertuang dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta No 7/2012 yang terbit 12 Januari 2012.

Menurut Asisten Perekonomian dan Administrasi Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Hasan Basri Saleh, dengan keluarnya beleid ini, perusahaan ritel boleh mendirikan minimarket di Jakarta. Asalkan, pebisnis tetap mengacu Peraturan Perda No. 2/2002 tentang Perpasaran Swasta. Salah satunya adalah keharusan minimarket berada minimal 500 meter dari pasar tradisional.

Hasan enggan menjelaskan secara rinci alasan kebijakan tersebut. Dia hanya menyatakan bahwa selama masa penundaan pemberian izin minimarket baru, Pemprov Jakarta memantau dan mengevaluasi ketaatan para pebisnis minimarket. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, "Kami merekomendasikan pencabutan penundaan izin minimarket kepada Gubernur DKI Jakarta," ujar Hasan kepada KONTAN, Senin (6/2).


Menata izin 7-Eleven

Djoko Susanto, Presiden Komisaris PT Alfaria Sumber Trijaya menyambut gembira keputusan ini karena membawa manfaat positif bagi pebisnis. Pertama, ini menjadi kesempatan bagi peritel lokal untuk mendirikan kembali minimarket. "Saat ini yang berkembang ritel modern berbendera asing," katanya.

Kedua, aturan pendirian minimarket menjadi jelas. Sebab, menurut Djoko, beleid ini mengatur perizinan usaha ritel 7-Eleven.

Asal tahu saja, selama ini convenience store 7-Eleven mengantongi izin restoran dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Ke depan, izin 7-Eleven harus mengikuti beleid perizinan minimarket. Sayang, sampai berita ini naik cetak, PT Modern Internasional, pengelola 7-Eleven, belum memberikan tanggapan atas peraturan ini.

Rudy RJ Sumampouw, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan, meski larangan pendirian minimarket telah dicabut, pebisnis ritel tetap keberatan terhadap sejumlah hal dalam Perda No 2/2002. Di antaranya, keharusan pengusaha ritel untuk menyediakan 10% dari luas areal gerainya bagi usaha kecil.

Aturan ini akan menambah ongkos penyediaan lahan bagi pebisnis ritel. Padahal banyak di antaranya yang hanya menyewa lahan bagi lokasi gerai minimarket.

Begitu pula soal ketentuan jarak minimal antara minimarket dengan pasar tradisional. Rudy berharap aturan jarak ini dihapus karena tidak jelas alasannya.

Dengan berbagai pertimbangan itu, Aprindo terus melobi Pemprov DKI Jakarta supaya merevisi Perda No 2/2002. Dan tampaknya, upaya tersebut mulai membuahkan hasil. Sebab, DPRD Jakarta dan Pemprov Jakarta sedang menggodok revisi perda perpasaran tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.