JAKARTA. Sengketa antara PT Jakarta Investment (JI) dengan PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) memasuki babak baru. Perusahaan investasi pasar modal itu memaksa Askrindo menunjukkan rekening korannya dalam persidangan. Kuasa hukum Jakarta Investment Bonifasius Gunung mengatakan, telah mengajukan permohonan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 4 November 2014. Dalam surat tersebut kliennya memohon agar PN Jakarta Pusat memerintahkan Askrindo menunjukkan rekening koran di Bank Mandiri dengan nomor rekening 123-0078000173 atas nama Askrindo di persidangan. "Kami meminta agar rekening koran periode 2006 sampai dengan 2011 dibuka dalam persidangan," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (18/11).
Data di rekening tersebut, lanjut Bonifasius, perlu diperiksa di persidangan. Sebab, pengadilan harus mengetahui data penerimaan langsung dari para pengguna dana kepada Askrindo. Menurut Bonifasius penting untuk mengetahui proses aliran dana dari Askrindo ke Jakarta Investment dan dari Jakarta Investment ke pengguna dana, dari pengguna dana ke Jakarta Investment serta diteruskan ke Askrindo. Terakhir dari pengguna dana secara langsung ke Askrindo. "Jadi itu yang ingin kami ketahui," terangnya. Hal ini mendesak diketahui karena kliennya dianggap tidak mengembalikan sejumlah dana investasi ke Askrindo. Padahal secara fakta ada uang senilai Rp 39 miliar, yang sudah dikembalikan Jakarta Investment kepada Askrindo, tapi tidak tercatat dalam laporan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB). Menurut Bonifasius, tidak tercatatnya pembayaran senilai Rp 39 miliar ini memberatkan status Jakarta Investment dalam persidangan. Bonifasius meyakini dengan dibukanya rekening koran tersebut maka para petinggi Askrindo waktu itu akan juga turut bertanggung jawab. Terkait permohonan ini, kuasa hukum Askrindo Dany Arlan enggan menanggapinya. Pesan singkat dan telepon dari KONTAN tidak direspon hingga berita ini diturunkan Sebelumnya diberitakan, Jakarta Investment melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada Askrindo di PN Jakarta Pusat. Jakarta Investment menyertakan BPKB, PT Terang Kita, sekarang menjadi PT Tranka Kabel, PT Multi Megah, PT Vitron International, PT Reliance Asset Management, PT Harvestindo Asset Management, sebagai tergugat dan PT Indowan Investama Group dan PT Natpac Asset Management sebagai turut tergugat. Sengketa ini bermula ketika Jakarta Investment menggugat Askrindo lantaran sebelum bekerjasama, Askrindo diduga melakukan rekayasa pembukuan dengan membukukan penempatan investasi sebesar Rp 29 miliar pada Jakarta Investment sesuai laporan keuangan audited Askrindo pada tutup buku 31 Desember 2005. Padahal penempatan investasi dimulai pada 6 Januari 2006. Askrindo menanamkan total dana investasi sebesar Rp 203 miliar pada Jakarta Investment dengan rincian, kontrak pengelolaan dana Rp 53 miliar, repo saham Rp 133 miliar, reksadana Rp 5 miliar, dan titip jual obligasi Rp 12 miliar. Dana investasi tersebut seluruhnya telah disalurkan Jakarta Investment kepada para nasabah Askrindo sesuai instruksi Askrindo. Mereka juga menyertakan jaminan masing-masing. Persoalan muncul ketika pada 11 September 2013, saat Askrindo mengatakan Jakarta Investment baru melakukan pembayaran dana investasinya sebesar Rp 55,9 miliar dengan perhitungan Rp 16,2 miliar sebagai pengembalian pokok dan Rp 39,7 miliar sebagai pembayaran bunga investasi periode 2006-2010. Jakarta Investment menuding perhitungan itu tidak benar karena dari Rp 39,7 milar yang dinilai Askrindo sebagai bunga saja, di dalamnya mencakup pembayaran nilai pokok reksadana sebesar Rp 5 miliar. Perhitungan Askrindo ini dinilai merugikan Jakarta Investment dan menyebabkan kerugian materil dan immateril pada perusahaan investasi tersebut. Karena itu, untuk mengetahui secara pasti jumlah dana yang sudah dikembalikan, diperlukan perhitungan ulang melalui audit investigasi oleh BPKB dengan syarat sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2006.