JAKARTA. Nama Jakarta Securities sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Wakil Perantara Pedagang Efek dan Wakil Perantara Emisi Efek mungkin belumlah akrab di telinga anda. Hal ini karena perusahaan sekuritas tersebut baru baru tercatat sebagai anggota bursa terhitung sejak 8 Agustus 2008 lalu.Bila menelusuri sejarahnya, sebenarnya perusahaan sekuritas tersebut bukanlah benar-benar pendatang baru. Perusahaan itu sebelumnya bernama Suprasurya Danawan Sekuritas. Hingga akhirnya, pemilik Jakarta Investment yaitu Markus Suryawan dan Benny Situmorang memutuskan untuk mengakuisisi 100% saham Suprasurya Danawan Sekuritas."Pengambilalihan ini karena kita ingin mengembangkan bisnis usaha di bidang pasar modal dengan menjadi
underwriter dan
brokerage," ujar Benny kepada KONTAN, hari ini (29/8).
Menurut Benny, rencana akuisisi ini sudah mereka rencanakan sejak dua tahun yang lalu. Kala itu, mereka melihat bisnis
underwriter dan
brokerage cukup menjanjikan. Maklumlah, pada tahun 2006 mereka baru memiliki Jakarta Investment yang berfungsi sebagai Manajer Investasi. Lalu, mereka kemudian memutuskan untuk mengambil alih Suprasurya Danawan Sekuritas. Modal disetor yang tercatat pada Jakarta Securities menurut Benny adalah sebesar Rp 59 miliar. Angka ini, menurutnya, memang belumlah terbilang besar. Namun, ia yakin perusahaan sekuritasnya ini mampu berbuat maksimal. Sebagai tahap awal, ia lebih akan memfokuskan bisnis Jakarta Securities ke arah
investment banking. Maklumlah, saat ini harga saham sedang kembang kempis sehingga Benny pun tidak terlalu ngoyo dengan memasang target pendapatan dari usaha
brokerage-nya. "Dalam kondisi bursa saham seperti ini, tentu kita akan lebih realistis dengan tidak memaksakan adanya target," ujar Benny yang kini menjabat sebagai Direktur Utama pada perusahaan sekuritas barunya tersebut. Maklumlah, seperti banyak perkiraan analis sebelumnya, Indeks Bursa Saham Gabungan (IHSG) tampaknya masih memiliki kecenderungan
down side atau bergerak ke level yang lebih rendah. Para pelaku pasar juga terlihat lebih hati-hati memasang posisi pada perdagangan saham beberapa waktu terakhir. Jumlah transaksi yang cenderung menurun mengisyaratkan investor kini tengah menanti sentimen-sentimen baru di bursa pasar. Namun sebagai pendatang baru dalam dunia sekuritas, Benny tidak mau lebih dulu sesumbar dengan memasang target yang muluk terhadap pencapaian perseroan ke depannya. Namun, bagi Anda yang jeli dan selalu memperhatikan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di dunia pasar modal, nama Suprasurya Danawan Sekuritas mungkin tidak asing lagi di telinga anda. Sekadar mengingatkan, Suprasurya pernah terganjal kasus transaksi saham PT Sugi Samapersada Tbk (SUGI) dan PT Arona Binasejati Tbk (ARTI). Kasus tersebut bermula ketika terjadi gagal bayar transaksi saham SUGI dan ARTI pada 21 September tahun 2005 yang lalu. Pada saat itu, Suprasurya tercatat sebagai broker jual sementara broker beli pada saat itu adalah PT Mentari Sekurindo.
Transaksi saham ARTI kala itu adalah sebesar Rp 28,8 miliar dengan jumlah saham yang ditransaksikan sebanyak 40 juta saham pada harga Rp 720 per sahamnya. Sementara jumlah saham SUGI yang ditransaksikan adalah sekitar 41,996 juta saham pada harga Rp 480 per saham dengan nilai transaksi sebesar Rp 20,16 miliar. Atas kasus gagal bayar tersebut, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menjatuhkan sanksi berupa denda pada tanggal 17 Desember 2007, kepada Suprasurya Danawan Sekuritas sebesar Rp 500 juta. Tidak hanya itu, wasit pasar modal saat itu juga mengenakan sanksi administratif denda kepada dua Direksi Suprasurya saat itu. Mereka adalah Antonius Lee selaku Direktur Utama dan Widianto sebagai Direktur. Para petinggi Suprasurya tersebut diganjar denda masing-masing sebesar Rp 100 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie