Jakarta macet, pemerintah pusat dinilai ikut andil



JAKARTA. Castrol's Magnatec Stop-Start Index menempatkannya Jakarta sebagai kota termacet di dunia. "Naik kelasnya" Jakarta itu dipandang bukan semata-mata akibat tidak mampunya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatasi kemacetan, tapi akibat ulah pemerintah pusat yang memberi izin produksi mobil murah.

Anggota DPRD DKI, Bestari Barus, menilai, sudah saatnya produksi mobil murah dihentikan. Sebab, kehadiran mobil murah makin memperparah kesenjangan antara jumlah kepemilikan kendaraan dengan jumlah rasio jalan di Jakarta.

"Pertumbuhan jalan kan tidak sesuai dengan pertumbuhan kepemilikan mobil. Itu terjadi karena pembatasan tidak dilakukan. Makanya, stop mobil murah," kata Bestari saat dihubungi, Kamis (5/2).


Menurut Bestari, penghapusan program mobil murah merupakan salah satu upaya membatasi kepemilikan kendaraan pribadi. Ia menganggap kepemilikan mobil di Jakarta harusnya menyontoh negara-negara maju, yakni orang yang mampu saja yang berhak memilikinya.

Namun, kata dia, kesemuanya itu harus dibarengi dengan pembenahan transportasi massal. Sebab, Bestari menilai rata-rata transportasi massal yang ada di Jakarta saat ini belum memenuhi aspek aman, nyaman, cepat dan murah.

"Mobil harus mahal dan yang punya orang kaya saja. Konsekuensinya transportasi publik harus tersedia," ujarnya.

Sebagai informasi, Castrol’s Magnatec Stop-Start mengukur kemacetan berdasarkan proses berhenti-jalan sebuah kendaraan. Dari penelitian yang mereka lakukan, rata-rata kendaraan di Jakarta melakukan 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahunnya. Indeks ini mengacu dari data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, dan alat untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan kendaraan setiap kilometernya. Jumlah tersebut kemudian dikalikan dengan jarak rata-rata yang ditempuh setiap tahun di 78 negara.

Urutan kota termacet kedua ditempati Istanbul (Turki), disusul Kota Meksiko (Meksiko) di urutan ketiga. Selain Jakarta, kota lainnya di Indonesia yang masuk dalam 10 besar adalah Surabaya yang menempati urutan keempat. Di bawah Surabaya, berturut-turut menyusul Saint Petersburg (Rusia), Moskwa (Rusia), Roma (Italia), Bangkok (Thailand), Guadalajara (Meksiko), dan Buenos Aires (Argentina). Sedangkan untuk kota dengan lalu lintas terlancar ditempati Tampere (Finlandia), dan berturut-turut disusul Rotterdam (Belanda), Bratislava (Slovakia), Abu Dhabi (UEA), Brisbane (Australia), Antwerp (Belgia), Porto (Portugal), Brno (Ceko), Kopenhagen (Denmark), dan Kosice (Slovakia). (Alsadad Rudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie