Jaksa KPK minta majelis hakim tolak eksepsi Sofyan Basir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menggelar sidang lanjutan terdakwa Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam perkara dugaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1.

Dalam sidang lanjutan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim untuk menolak eksepsi yang disampaikan penasehat hukum terdakwa Sofyan Basir.

"Kami mohon kepada majelis hakim yang memeriksa mengadili dan memutus perkara ini untuk, pertama, menolak eksepsi atau keberatan dari tim penasehat hukum terdakwa," kata JPU KPK Budhi Sarumpaet, Senin (1/7).


Selain menolak eksepsi, JPU KPK meminta majelis hakim untuk menjadikan surat dakwaan yang telah dibuat JPU KPK dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini karena surat dakwaan tersebut telah disusun sesuai ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHAP. Serta menetapkan bahwa pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan.

Setelah JPU KPK membacakan tanggapan atas eksepsi penasihat hukum Sofyan Basir, Majelis Hakim memutuskan untuk mengagendakan sidang putusan sela pada 8 juli 2019 mendatang. "Demikian, acara selanjutnya giliran majelis untuk menjatuhkan putusan sela. kami mohon waktu hingga Senin depan, 8 Juli 2019," kata Majelis Hakim.

Penasehat hukum Sofyan Basir, Soesilo Ariwibowo berpendapat mengenai pernyataan JPU KPK yang mengatakan bahwa materi eksepsi sebagian besar telah memasuki pokok perkara. "Memang kita sulit berdebat apakah itu pokok perkara atau tidak, tetapi dasar saya sebelum membuat eksepsi membaca surat dakwaan secara cermat,"ungkap Soesilo.

Terkait penggunaan pasal yang didakwakan terhadap Sofyan Basir, Soesilo mengaku bingung atas pasal yang dikenakan. "Kami bingung yang satu 56 ke 2 yang satunya pasal 15 dan di dalam UU korupsi sendiri sudah diatur lex specialitsnya pasal 15 ya sudah mestinya pasal 15 saja. Sehingga bagi kami dakwaan semacam ini jadi kabur, tidak jelas, bagaimana ni, kemana ini arahnya," kata dia.

JPU KPK menolak secara tegas alasan (dalih) yang dikemukakan oleh tim penasihat hukum terdakwa dengan pertimbangan sebagai berikut. Pertama, pasal 15 UU tindak pidana korupsi tidak memuat unsur - unsur perbuatan pembantuan namun hanya menitikberatkan pada ancaman hukuman pidana yang disamakan dengan pembuat tindak pidana.

Kedua, pasal 15 UU tindak pidana korupsi tidak memuat unsur - unsur tindak pidana pembantuan sebagaimana diatur dalam pasal 56 ke 2 KUHP. Ketiga, penggunaan pasal 56 ke-2 KUHP memperjelas peran terdakwa Sofyan Basir dalam perkara ini.

Dengan demikian, alasan (dalih) penasihat hukum yang menyatakan bahwa dengan men-juncto-kan pasal 15 UU tindak pidana korupsi dengan pasal 56 ke-2 KUHP dalam surat dakwaan membingungkan terdakwa adalah tidak beralasan sama sekali karena dengan di-juncto-kan pasal 56 ke-2 KUHP.

Maka terlihat jelas dan nyata rumusan delik atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini sesuai dengan pasal 56 ke-2 KUHP, sehingga nantinya dapat memudahkan terdakwa dan penasihat hukumnya untuk menyusun pembelaan (pledoi).

Sebaliknya, apabila penuntut umum tidak men-juncto-kan ketentuan pasal 56 ke-2 KUHP, maka akan terjadi ketidakjelasan rumusan delik pembantuan, mengingat pasal 15 UU tipikor tidak mengatur mengenai rumusan unsur delik pembantuan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli