KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpendapat kejahatan yang dilakukan Miryam S. Haryani merupakan kejahatan berat. Jaksa pun menuntut agar Miryam dipenjara 8 tahun dan membayar denda Rp 800 juta subsider 6 bulan kurungan. "Saksi dilarang memberi keterangan bohong karena sudah disumpah sesuai lafal agamanya. Apabila disengaja, maka bukan hanya menghalangi proses pengadilan, tapi juga kejahatan berat yang ditujukan pada Tuhan, hakim dan manusia," kata jaksa Kresno Anto ketika membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakata, Senin (23/10)
Seperti diketahui, ketika dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto dalam persidangan perkara korupsi KTP-elektronik, Miryam mencabut keterangannya selama penyidikan yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Politikus Partai Hanura ini bahkan menuding mendapat tekanan dari tiga penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan Irwan Santoso. Selain itu, jaksa juga mempertimbangkan beberapa hal lain yang memberatkan. Pertama, perbuatan Miryam dirasa tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Kedua, tindakan Miryam menghambat proses penegakan hukum kasus korupsi KTP-elektronik yang saat ini tengah berlangsung. Padahal kasus ini termasuk "grand corruption" dengan kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun. Ketiga, perbuatan terdakwa tidak menghormati pengadilan dan menodai sumpah. Jaksa juga menilai sebagai anggota DPR RI, Miryam memberi teladan buruk dengan merusak nilai kejujuran. Sementara sebagai hal yang meringankan, Miryam masih memiliki tanggungan. Jaksa pun menuntut Miryam agar dinyatakan melanggar pasal 22 juncto pasal 35 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah pasal 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Usai persidangan, Miryam tidak terima dengan tuntutan ini. "Bahkan sejak ditetapkan sebagai tersangka saja saya tidak terima," kata Miryam.
Menurutnya, dalil-dalil jaksa tidak sesuai dengan fakta persidangan. "Soal penerimaan uang itu semua terbantahkan. Dari Yosep Sumartono itu tidak terbukti, terus Pak Sugiharto disebut menyerahkan sendiri pada nenek-nenek itu juga tidak terbukti. Itu nenek-nenek siapa saya juga tidak tahu," ujarnya. Selain itu, pada tahun 2011, ketika diduga terjadi penyerahan uang, Miryam mengaku tidak mendiami lokasi rumah tersebut. Selama proses persidangan ini pun, Miryam sebenarnya berharap agar rekaman penyidikan yang masing-masing penyidikan berdurasi 7-8 jam, agar diputar penuh. "Bukan hanya 2 sampai 3 menit," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto