JAKARTA. Anggota Komisi Kejaksaan Kamilov Sagala mengatakan bahwa seorang jaksa yang melanggar hukum seharusnya dihukum lebih berat dibandingkan masyarakat biasa. Sebagai seorang penegak hukum, jaksa itu sedianya sadar hukum dan tidak melakukan perbuatan melawan hukum.“Tidak ada kata lain selain dihukum berat karena seorang penegak hukum yang sudah sadar hukum, tetapi tetap melanggar hukum, jelas hukumannya dua kali daripada masyarakat biasa,” kata Kamilov melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Senin (16/12/2013). Dia mengomentari penangkapan Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Subri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Subri ditangkap bersama seorang perempuan berinisial LAR, Minggu (15/12/2013) karena diduga menerima suap Rp 213 juta terkait perkara pemalsuan dokumen lahan di Lombok. Kamilov mengatakan, tertangkapnya jaksa Subri oleh KPK ini hanya fenomena gunung es. Menurutnya, masih banyak jaksa nakal lainnya yang belum terungkap. Untuk mengawasi perilaku jaksa, lanjut Kamilov, Komjak telah bekerjasama dengan KPK melalui nota kesepahaman (MoU). Namun, menurut Kamilov, kerjasama tersebut belum maksimal. “Sampai saat ini belum ada realisasi kegiatan yang nyata dari kedua belah pihak. Baru tahap administrasi kerja saja seperti SPDP Kejaksaan yang ditembuskan ke Komjak,” ujarnya. Ke depannya, kata Kamilov, Komjak akan lebih proaktif dengan KPK terkait banyaknya laporan masyarakat mengenai kenakalan jaksa.“Komjak masih kedinginan dalam panasnya kasus korupsi di negeri kita,” tambahnya. (Icha Rastika)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jaksa yang korupsi harus dihukum lebih berat
JAKARTA. Anggota Komisi Kejaksaan Kamilov Sagala mengatakan bahwa seorang jaksa yang melanggar hukum seharusnya dihukum lebih berat dibandingkan masyarakat biasa. Sebagai seorang penegak hukum, jaksa itu sedianya sadar hukum dan tidak melakukan perbuatan melawan hukum.“Tidak ada kata lain selain dihukum berat karena seorang penegak hukum yang sudah sadar hukum, tetapi tetap melanggar hukum, jelas hukumannya dua kali daripada masyarakat biasa,” kata Kamilov melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Senin (16/12/2013). Dia mengomentari penangkapan Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Subri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Subri ditangkap bersama seorang perempuan berinisial LAR, Minggu (15/12/2013) karena diduga menerima suap Rp 213 juta terkait perkara pemalsuan dokumen lahan di Lombok. Kamilov mengatakan, tertangkapnya jaksa Subri oleh KPK ini hanya fenomena gunung es. Menurutnya, masih banyak jaksa nakal lainnya yang belum terungkap. Untuk mengawasi perilaku jaksa, lanjut Kamilov, Komjak telah bekerjasama dengan KPK melalui nota kesepahaman (MoU). Namun, menurut Kamilov, kerjasama tersebut belum maksimal. “Sampai saat ini belum ada realisasi kegiatan yang nyata dari kedua belah pihak. Baru tahap administrasi kerja saja seperti SPDP Kejaksaan yang ditembuskan ke Komjak,” ujarnya. Ke depannya, kata Kamilov, Komjak akan lebih proaktif dengan KPK terkait banyaknya laporan masyarakat mengenai kenakalan jaksa.“Komjak masih kedinginan dalam panasnya kasus korupsi di negeri kita,” tambahnya. (Icha Rastika)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News