Jalan panjang melawan diskriminasi sawit di Uni Eropa



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia akhirnya memantapkan langkah mengajukan gugatan atas perilaku diskriminasi terhadap minyak sawit oleh Uni Eropa (EU). Gugatan akan disampaikan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) awal tahun 2021 mendatang. Hal itu dilakukan lantaran tak juga terdapat titik temu antara Indonesia dengan EU.

EU dituduh melakukan diskriminasi dalam kebijakan Arahan Energi Terbarukan (RED) II. Kebijakan tersebut mengeluarkan minyak sawit sebagai bahan baku dalam pembuatan biofuel.

Sebelumnya perlawanan terhadap diskriminasi perdagangan digaungkan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi usai dilantik. Lutfi menegaskan bahwa upaya menghilangkan diskriminasi menjadi fokus kerjanya sebagai Mendag. "Saya ingin memastikan bahwa barang Indonesia mempunyai kesempatan untuk berkompetisi yang baik," ujar Lutfi.


Perlawanan sawit di benua biru telah berlangsung panjang. Berbagai tahapan telah dilakukan Indonesia hingga akhirnya memutuskan memasukkan gugatan ke WTO. Indonesia telah mengajukan permohonan konsultasi atau request for consultation (RfC) kepada sekretariat WTO. Pada tahap tersebut Indonesia dan EU berusaha mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Baca Juga: Lawan diskriminasi sawit, Indonesia akan gugat Uni Eropa ke WTO tahun 2021

Namun, EU masih bersikukuh tidak melakukan diskriminasi terhadap sawit dalam kebijakan RED II. Berdasarkan hal tersebut Indonesia mengajukan panel kepada WTO. Proses pengajuan panel pun tidak mudah untuk dilakukan. Upaya Indonesia membentuk panel harus terhambat karena situasi pandemi virus corona (Covid-19).

Setelah panel disetujui oleh Sekretariat WTO pada 29 Juli 2020, masih perlu membantuk komposisi panel. Pada November 2020 komposisi panel disetujui dan Indonesia akan memasuklan dokumen gugatan. "Betul Indonesia akan memasukkan dokumen gugatan ke WTO awal tahun depan, sengketa RED II," terang Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan Pradnyawati saat dihubungi Kontan.co.id beberapa waktu lalu.

Proses memasukkan dokumen gugatan dan sidang akan emmakan waktu selama 9 bulan. Doharapkan permasalahan diskriminasi sawit dapat selesia pada tahuj 2022 mendatang. "Apabila semua berjalan lancar maka diharapkan putusan panel forum sengketa WTO akan dipublikasikan pada awal tahun 2022," jelas Pradnyawati.

Meski begitu tak menutup kemungkinan akan terjadi banding terhadap putusan dari WTO nantinya. Secara teori, Pradnyawati bilang penyelesaian sengketa di WTO memakan waktu 1 hingga 1,5 tahun termasuk banding.

Selanjutnya: Kemendag telah mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa ke WTO terkait kebijakan RED II

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .