Jalan Panjang Mengubah Masyarakat dari Merambah ke Menjaga Kelestarian Bujang Raba



KONTAN.CO.ID -  MUARA BUNGO. Tidak mudah bagi lima desa di lanskap hutan Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba bisa mendapatkan bonus dana karbon, selain tentunya lingkungan dan komoditas pertanian hingga perkebunan dari lima desa tersebut terjaga.

Butuh perjuangan panjang bagi lima desa tersebut untuk bisa menggaet pengelolaan hutan desa. Bachtiar, tokoh masyarakat Lubuk Beringin bercerita, di saat periode reformasi berlangsung, aksi illegal logging gila-gilaan terjadi di sekitar kawasan hutan Bujang Raba.

Alhasil, banyak areal hutan alam yang rusak dan gundul. Pohon-pohon raksasa dengan diameter hingga beberapa meter banyak yang musnah. Padahal pohon inilah penyangga utama area Bujang Raba dari erosi.

Hasilnya bisa ditebak, Lubuk Beringin pernah mengalami banjir bandang yang begitu mengerikan. Banyak batang pohon dari hulu bukit terbawa hingga ke pekarangan rumah. "Kejadian tersebut sungguh menyedihkan," kata Bachtiar.

Saat itu memang ada sebagian warga Lubuk Beringin yang ikut-ikutan menjadi penjarah hutan. Alasannya memang klasik, karena kebutuhan ekonomi dan di saat ekonomi di zaman reformasi sedang susah.

Namun Bachtiar tidak patah arang. Ia meyakinkan warga, bahwa menebang hutan di wilayah Bujang Raba justru merupakan tindakan yang paling berbahaya. Ia membujuk para warga Lubuk Beringin untuk tidak menebang hutan, justru harus menjaga hutan dari penebangan liar.

Kejadian banjir bandang Bachtiar jadikan pedoman untuk meyakinkan warga setempat. Secara perlahan, mulai banyak warga Lubuk Beringin yang berkomitmen menjaga hutan.

Di saat bersamaan, beragam program pelestarian hutan pun bermunculan di lanskap Bujang Raba yang bersebelahan langsung dengan kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Tepatnya di sisi timur Bujang Raba.

Salah satunya datang dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi. Koordinator Program KKI Warsi, Emmy Primadona mengatakan pihaknya datang untuk membantu warga di area hutan Bujang Raba bisa menjaga kelestarian hutan tersebut. Selain itu, dia juga memahami keinginan masyarakat untuk bisa memanfaatkan hasil hutan di Bujang Raba.

Akhirnya KKI Warsi membuat desa konsevasi mandiri. Ini adalah kombinasi desa untuk kepentingan konservasi dan kepentingan ekonomi. "Kalau hutan terjaga masyarakatnya sejahtera karena hutan merupakan sumber penghidupan masyarakat," kata dia.

KKI Warsi pun berupaya mengomunikasikan gagasan desa konservasi mandiri tersebut ke pemerintah pusat. Hasilnya adalah lima desa di hutan Bujang Raba berhasil mendapatkan hak pengelolaan hutan desa dari Kementerin Kehutanan kala itu. Tugas kelima desa adalah menjaga hutan inti tetap lestari sambil bisa memanfaatkan areal di sektiar hutan inti untuk keperluan produktif, seperti perkebunan dan sejenisnya.

Hingga akhirnya, KKI Warsi berhasil membuat terobosan menjual tutupan hutan inti Bujang Raba ke pasar karbon. Ini lantaran Bujang Raba sanggup menyimpan 670.000 ton CO2. Syaratnya, areal hutan inti itu tidak boleh berkurang satu pohon pun. "Manfaatnya sudah dirasakan warga," kata Bachtiar.

Jamris, Kepala Desa Laman Panjang, juga menyebutkan keberadaan hutan tersebut membuat sumber air di desanya tetap aman dan terus terjaga. "Ini manfaatnya besar sekali," kata dia kepada tim KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar