Jalan Terjal IHSG, Longsor Diterpa Depresiasi Rupiah dan Saham BREN



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dalam sehari indeks Harag Saham Gabungan (IHSG) kembali terperosok hingga 2,14% atau turun 151,64 poin ke angka 6.947,67 pada penutupan perdagangan Rabu (5/6).

Pelemahan ini disinyalir bersamaan dengan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pemberat lain adalah batalnya PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) untuk masuk Financial Times Stock Exchange (FTSE) 100 setelah BREN masuk ke pemantauan khusus full call auction (FCA). Masuknya BREN ke FCA menyebabkan harga sahamnya rontok 34% dari level tertinggi yang tercapai 22 Mei 2024 lalu.

Sebagai informasi, BREN merupakan emiten yang memiliki market cap terbesar setelah Bank BCA (BBCA) setelah beberapa kali menjadi jawara. Kali ini, harga saham BREN kembali turun 10% ke Rp 7.425 per saham, Rabu (5/6).


Baca Juga: BREN & Saham Prajogo Pangestu Kompak Ambrol, IHSG Jebol ke Bawah 7.000

Dari sisi dana asing, dalam sehari pasar saham menunjukkan net sell atau jual bersih sebesar Rp 567,65 miliar. Sedangkan, sepanjang tahun 2024 outflow sebesar Rp 7,11 triliun.

Keluarnya dana asing tersebut turut menekan nilai tukar rupiah. Sebagai informasi, Rabu (5/6) kurs rupiah spot melemah 0,41% ke Rp 16.287 per dolar AS.

Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta menyebut, koreksi signifikan pada IHSG dipengaruhi kinerja saham BREN, AMMAN, maupun juga TPIA. Ketiga saham tersebut memiliki kapitalisasi dan bobot pasar yang besar setelah BBCA.

Menurut Nafan, dinamika yang terjadi di dunia pasar modal Indonesia mempengaruhi pola performa, terlebih saham-saham dengan notasi khusus atau special notation. Special notation, menurutnya, apabila terkena pada saham dengan kapitalisasi besar di pasar akan memberikan dampak pada kinerja IHSG.

“Paling tidak investor disarankan mencari kepada saham yang tidak terdapat special notation,” kata Nafan kepada Kontan.co.id, Rabu (5/6).

Baca Juga: Terjun 2,14%, IHSG Masih Rawan Koreksi pada Kamis (6/6)

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus melihat, pada dasarnya harapan akan pemangkasan suku bunga The Fed sudah mulai terlihat. Hal tersebut berkaca dari perilisan data inflasi dan tenaga kerja AS yang jauh lebih baik.

“Harapan pemangkasan suku bunga the Fed itu masih ada asa,” kata Maximilianaus kepada Kontan.co.id, Rabu (5/6).

Dari Eropa, pekan ini terdapat katalis positif dari Europe Central Bank (ECB) yang diprediksi memangkas suku bunga. Meski ekonomi Eropa sedang tertatih-tatih, menurutnya, justru hal ini menjadi pembuka jalan bagi bank-bank sentral lainnya untuk mengikuti.

Nico menyebut, terdapat data penting seperti non farm payroll, upah, dan tingkat pengangguran yang segera dirilis.

Dalam penjelasannya, dari sisi dana asing, selain maju mundurnya the Fed dalam menurunkan suku bunga, adanya outflow bisa dipastikan memberikan efek pada pelemahan rupiah. Di lain sisi, merespons ketidakpastian the Fed, Bank Indonesia (BI) sendiri menunjukkan keberaniannya dengan meningkatkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps).

Baca Juga: Sejak Masuk FCA, Kapitalisasi Pasar Barito Renewables (BREN) Hangus Rp 511,66 Triliun

Maximilainus bersepakat bahwa beli ketika koreksi akan lebih baik daripada saat di pucuk. Meski demikian, ada hal yang lebih penting bagi investor, diantaranya memilih saham yang baik secara valuasi. Kemudian, selain saham juga, jangka waktu investasi dan risiko juga menjadi pertimbangan bagi para investor.

Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengatakan, pergerakan pasar di bulan Juni ke depan masih akan fluktuatif dengan mencermati berbagai sentimen, baik di dalam maupun luar negeri.

Dari luar negeri, sejumlah sentimen yang akan mewarnai pasar antara lain arah suku bunga the Fed, rilis data-data ekonomi global, perkembangan konflik geopolitik, dan pergerakan harga komoditas global.

Sedangkan dari dalam negeri, masih ramai pembagian dividen, aksi korporasi emiten, data-data makroekonomi, arah suku bunga BI, dan fluktuasi nilai tukar rupiah.

Baca Juga: IHSG Anjlok 2,14% ke 6.947 Rabu (5/6), Ada 421 Saham Turun Harga Hari Ini

Menurut Reza, IHSG masih bergantung pada sentimen meski secara historis idealnya terdapat pergerakan positif dari bulan sebelumnya. “Jika dilihat secara historis harusnya mulai ada pergerakan positif dari bulan sebelumnya, namun kembali lagi dari sisi sentimen kali ini harus mendukung,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Rabu (5/6).

Direktur Utama Kiwoom Sekuritas Indonesia Chang-kun Shin mengatakan, arah pergerakan IHSG akan dipengaruhi data ekonomi luar negeri yaitu S&P Global Komposit PMI Final Bulan Mei Amerika, S&P Global Services PMI Final bulan Mei Amerika, dan Layanan ISM PMI Mei Amerika. Data-data tersebut diperkirakan akan naik masing-masing menjadi di angka 54,4, 54,8, dan 51.

Shin merekomendasikan untuk buy pada saham ACES dengan target harga Rp 870–Rp 890, ICBP berkisar di level Rp 10.600–Rp 10.750, dan JSMR di harga Rp 5.100–Rp 5.200, serta MAPA di harga Rp 835–Rp 850.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati