KONTAN.CO.ID - Teknologi banyak mengubah gaya hidup masyarakat. Pesatnya pertumbuhan internet pun sangat berpengaruh untuk mengubah suatu keadaan. Jika dulu, membaca komik, kita harus mendekap bentuk fisiknya, kini teknologi mampu mengubahnya ke dalam bentuk digital. Pembaca pun bisa membaca semua cerita dengan berbagai macam genre melalui aplikasi atau
website. Sebaliknya, menjadi komikus di era digital juga cukup menjanjikan. Media online yang bisa menjangkau berbagai lapisan masyarakat, memudahkan para komikus untuk menyebarkan hasil karyanya. Potensi profesi komikus di Indonesia juga kian besar, seiring naiknya popularitas komik lokal. Si Juki misalnya. Komik karya Faza Ibnu Ubaidillah yang terkenal ini pun telah diangkat ke layar lebar beberapa waktu lalu.
Keunikan tokoh dan jalan cerita yang lekat dengan budaya lokal, menarik untuk digarap menjadi sebuah film. Ini tentu akan membuka kesempatan bagi komik lokal lainnya untuk unjuk gigi. Apalagi, jika sudah punya penggemar fanatik, berbagai peluang akan bermunculan. Misalnya, dari bisnis
merchandise. "Tak berhenti di sana, kreator bisa menggarap inovasi, seperti membuat stiker, gelas, baju, tas, bahkan bisa merambah ke film, gim dan lainnya," ujar Faza. Faza juga mengatakan, potensi komik digital sangat besar karena sudah banyak platform digital, seperti Line, Webtoon. Namun, tantangannya, kreator harus pandai meyakinkan pembaca akan karyanya yang bagus dan layak konsumsi. Setelah itu, biasanya disusul oleh keyakinan investor untuk berinvestasi dengan kreator, baik dalam bentuk komik buku, digital, film, hingga gim. "Tapi, tetap harus ada bukti konten disukai oleh masyarakat dan terjual dengan baik," jelasnya. Diangkat ke layar lebar Sejak kecil, Faza Ibnu Ubaidillah yang merilis komik Si Juki, sudah menjadi komikus. Karyanya pertama kali terbit pada 2011 dan hingga sekarang sudah ada 20 judul komik yang terbit. Selain itu, Faza juga mengisi konten pada
platform komik yang disedikan juga di media sosial. Faza memang konsisten menjalani profesinya menjadi komikus. Sebab, sejak kecil Faza ingin Indonesia memiliki ikon yang dicintai oleh masyarakatnya sendiri. "Saat kecil, saya ada di era kejayaan Doraemon dan Dragon Ball. Lantas, saya berpikir kok Indonesia nggak ikon seperti mereka. Saya pun mulai tergerak," terang Faza. Selama ini, Faza membuat beragam jenis komik. Si Juki adalah salah satu karyanya yang berhasil menarik perhatian produser untuk diangkat ke layar lebar. Kisah Si Juki yang unik dan menarik pun mengundang pihak lainnya untuk bekerjasama membuat merchandise. Faza membutuh waktu 3-4 bulan untuk menggarap komik 100–200 halaman. Kini, dia mempekerjakan 18 karyawan dalam bisnis komik ini. Pada 2018 Faza menargetkan akan menerbitkan 4–5 komik baru. Dia berharap, kualitas komik Indonesia makin meningkat sehingga bisa menciptakan banyak ikon lokal. Tren komik strip Kondisi yang menguntungkan ini juga diakui oleh Muhammad Idham Awaludin, komikus asal Yogyakarta. Minat dan bakat Idham akan dunia komik sudah ada sejak duduk di bangku sekolah. Ia mengaku, dulu kerap membuat komik secara manual di kertas lalu dibagikan kepada teman-temannya untuk dibaca. “Dulu kalau ada yang membaca komik buatan saya itu rasanya sudah senang sekali. Kalau sekarang memang lebih mudah menyebarkan karya komik karena medianya juga makin banyak,” ungkap pemilik akun Instagram @komikmasdam ini. Seiring berkembangnya dunia digital, Idham pun tertarik untuk membuat komik versi digital. Pada tahun 2017, dirinya fokus untuk terjun ke dunia komik digital. Beralih dari komikus manual ke digital ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Idham mengakui jika tantangan hal teknis komik digital cukup banyak. “Karena dulunya terbiasa
sketch manual dengan tangan menggunakan pensil dan kertas, jadi agak kaku pas membuat komik digital. Saya perlu belajar lagi tekniknya. Sangat berbeda dan butuh waktu yang lumayan juga,” tandasnya. Hasil karya komik digital buatan Idham diunggah dalam akun Instagram miliknya @komikmasdam. “Komik yang saya
upload di Instagram itu semua jenisnya komik strip. Jadi komik pendek yang hanya satu halaman dan satu topik,” tuturnya. Komik strip buatan Idham memiliki ciri khas topik kehidupan sehari-hari yang dibumbui dengan guyonan atau plesetan, agar pembaca juga terhibur. Pria 23 tahun ini mengaku sebenarnya lebih senang membuat komik dengan cerita bersambung. Akan tetapi media Instagram kurang memadai untuk membuat komik bersambung. Tren komik di Instagram pun kebanyakan adalah komik strip. “Sebenarnya bisa bikin komik bersambung di Facebook. Saya juga punya akun di Facebook. Tapi saya lihat makin ke sini peminat sosial media makin banyak berpindah ke Instagram. Padahal di Facebook itu jenis komiknya bisa lebih fleksibel, bisa komik strip maupun komik cerita bersambung,” kata Idham. Tak hanya membuat komik, Idham juga seorang ilustrator. Dirinya pun adalah pembuat tokoh Paijo yang ada dalam stiker Line. Ia juga menuturkan jika profesi komikus di Indonesia saat ini menjanjikan berkat adanya sosial media seperti Line yang mewadahinya. “Perkembangan komik digital di Indonesia tergolong pesat, tapi ya itu makin cepat makin banyak tantangannya. Tantangan utama menurut saya ada di ide. Karena makin banyak komikus ini, jadi ide ceritanya makin sedikit,” ujarnya. Untuk rencana selanjutnya, Idham akan membuat seri komik bersambung. Dirinya tertarik untuk mengunggahnya di beberapa media komik online seperti Webtoon, komikgue.com, mangaindo.net dan sebagainya. “Saat ini saya sedang proses membuat komik berseri, mudah-mudahan tahun ini bisa masuk ke portal komik online,” pungkas Idham Biaya rendah dan ketergantungan rendah Komikus lainnya yang merambah dunia digital adalah yaitu Kurnia Harta Winata. Kini, dia tengah menggelut webcomic atau komik digital. Kurnia pun baru mendapat kontrak untuk pembuatan komik online ini. Sayang, ia enggan menyebutkan nilai kontrak untuk pembuatan komik online ini. Ia memulai debutnya di Yogyakarta. Sejak kecil, ia suka membaca komik dan menggambar. Sedangkan ketertarikan menjadi komikus baru muncul saat bekerja
part time di industri animasi. "Senior dan teman-teman mahir membuat komik," ujar dia. Komik perdananya lahir 2009 lalu. Menurut Kurnia, menjadi komikus berbeda dengan profesi lain. Pasalnya, dari segi produksi biaya yang dikeluarkan murah dan bisa dilakukan sendiri. "Jadi praktis, ketergantungannya juga rendah," tambahnya. Telah menggeluti profesi komikus selama 9 tahun, banyak komik meluncur dari tangan Kurnia. Seperti Curhat Si Koel, Koel Dalam Galau, 9 Ciri Negatif Komik Indonesia, Kibal-Kibul Motivasi dan lainnya. Namun, Kurnia mengakui proses pembuatan komik cukup sulit. Ia membutuhkan waktu sekitar setengah tahun untuk satu buku saja. Bahkan bisa lebih dari itu jika dia juga mengerjakan pekerjaan lainnya. Ia pun menggunakan media sosial sebagai sarana promosi komiknya. Selain itu, Kurnia juga mengikuti pagelaran komik. Jika sedang ramai, penjualannya bisa mencapai 100 eksemplar per bulan. Selain membuat komiknya sendiri, Kurnia juga menerima pesanan pembuatan komik. Ia membanderol tarif Rp 150.000-Rp 500.000 per halaman. Namun, meski menerima pembuatan komik untuk orang lain, Kurnia tetap fokus untuk membuat karya sendiri terlebih dahulu. Harapan Kurnia kedepan komik dan pembaca komik Indonesia terus berkembang dan lebih variatif. "Dan terpenting komik saya dibaca lebih banyak orang dan semua orang berbahagia," ujarnya. Memperluas pasar lewat jalur digital Menjalani profesi sebagai seorang komikus itu susah–susah gampang. Komikus harus selalu punya ide-ide segar, sehingga butuh kreativitas yang tinggi. Selain itu, ketekunan juga menjadi modal lainnya. Sebab, alur dan karakter yang unik juga menarik akan membuat konten disukai banyak orang dan akan di nantikan. Ide baru pun harus terus meluncur dalam waktu yang cepat sesuai kebutuhan konsumsi masyarakat saat ini yang menuntut segala sesuatu cepat. Oleh karena itu, komikus juga harus mengikuti berbagai kondisi sosial budaya agar cerita-cerita yang dihasilkan selalu segar dan sesuai dengan perkembangan yang ada. Sosial media dan platform digital bukan lagi sekedar tren, namun harus menjadi peluang yang harus komikus manfaatkan. Selain itu, kreator komik bisa berekspansi menciptakan aneka ragam merchandise yang menarik agar populer dan dilirik oleh konsumen.
Platform yang disediakan seperti aplikasi dan website tentu sangat membantu karena dengan itu karya komikus Indonesia bisa dengan cepat dan mudah dilihat oleh masyarakat. Dengan komik digital ini pula, komikus bisa menyapa pecinta komik dari berbagai belahan dunia. Sementara, adanya sosial media bisa membantu kembali membangkitkan komik lokal Indonesia. Sebab, kreator komik bisa bisa mengunggah via akunnya dan menghidupkan lagi ikon-ikon lokal. Boleh jadi, sosial media juga kembali mengangkat keberadaan komik cetak yang mulai bergeser. Pada akhirnya, Faza Ibnu Ubaidillah pun berharap hasil karya komikus Indonesia bisa diapresiasikan seperti akan digarap ke film, video animasi, dan yang di Line Webtoon bisa dibuat versi cetak guna saling melengkapi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.