KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai aplikasi chatting atau percakapan daring terus bermunculan. Tentunya tak hanya aplikasi, namun juga beberapa website yang menyediakan fitur chatting di dalamnya. Untuk melayani pelanggan, biasanya aplikasi bisnis menggunakan layanan chatbot untuk membantu costumer service (CS). Dengan bermunculannya aplikasi untuk berbisnis tersebut, salah satu start up mengambil peluang tersebut adalah Botika yang didirikan Ditto Anindita tahun 2016. Start up ini awalnya memiliki layanan berbasis web, yang melayani pengguna untuk mencari tiket pesawat paling murah dan membelinya secara instan. Saat itu, ia mendesain sistem dan cara pemakaian dengan semudah mungkin untuk pemesanan. Namun, pengguna tetap saja menghubungi customer service untuk menanyakan hal-hal yang dianggap bisa diselesaikan sendiri dengan mudah dan cepat melalui website tersebut.
Baca Juga: Start up Articial Intelligence, Prosa.ai dapat pendanaan Seri A dari GDP venture Merasa terbebani dengan kendala tersebut, Ditto berpikir bagaimana cara agar suatu sistem bisa menjawab secara otomatis terkait apapun yang ditanyakan oleh pelanggan. Akhirnya ia membangun BotikaChat. "Kami melengkapi artificial intelligence di dalamnya, agar chatbot bisa menjawab dengan luwes pertanyaan yang muncul," katanya. Botika juga mengklaim memiliki cara kerja sendiri melalui bekal teknologi Natural Language Processing (NLP). Teknologi ini bertujuan memahami bahasa yang diucapkan oleh pengguna. Bahasa yang dipakai bervariasi, seperti formal, informal, menggunakan singkatan, slang atau bahasa gaul. Baca Juga: Dua Startup Lokal Kantongi Pendanaan Botika juga menggunakan Machine Learning sebagai teknik agar chatbot bisa belajar dari data yang sudah ada, dan mengambil keputusan berdasarkan dari data itu. Dengan demikian, ia perlu mengumpulkan pertanyaan dan jawaban yang harus ditangani oleh chatbot berupa data. Data tersebut nantinya digunakan untuk proses belajar, sehingga jawaban yang diberikan dapat akurat. Sampai saat ini, Ditto sudah bekerja sama dengan 40 perusahaan yang menggunakan layanan tersebut dalam perusahaannya. Untuk sistem revenue Ditto enggan membahasnya, karena kedua belah pihak tak menetapkan harga fixed, tapi berdasarkan kesepakatan. "Kami gunakan model conversation-based dan secara keseluruhan semua kembali ke layanan apa saja yang kami deliver," jelasnya.