JAKARTA. PT First Travel akhirnya mengeluarkan keputusan untuk memberangkatkan calon jamaah setelah tertunda pada 1 Mei 2017. Pemberangkatan kloter 1 ini akan diisi dengan kuota 4.500 jamaah. Sebelumnya, Direktur PT First Travel Andika Surachman dalam konferensi pers Sabtu (22/4) lalu mengaku tiba-tiba tidak ada provider yang mau membuatkan visa atas nama First Travel. Ia menuding adanya oknum-oknum yang sengaja mempersulit pihaknya dalam pembuatan visa sebagai dokumen penting dalam keberangkatan haji. Untuk itu, ia mengaku akan menggunakan pesawat charter Saudi Airlines sebagai solusi dengan penambahan biaya Rp 2,5 juta. "Ini satu-satunya jalan agar jamaah tetap bisa berangkat," lanjutnya.
Sementara itu, Anniesa Hasibuan, Wakil Direktur First Travel yang juga istri dari Andika Surachman menjelaskan awal mula kronologi kasus penundaan jamaah seperti ini terjadi. Akhir Maret 2016 lalu, sebanyak 270 jamaah dari Sidoarjo, Jawa timur mendapatkan kendala di bandara karena permasalahan visa. "Berawal dari masalah itu, kami merasa selalu dipersulit oleh oknum-oknum tertentu dan terpaksa terus melakukan reschedule," lanjut Anniesa. Sejak saat itu, menurutnya, beberapa jamaah menjadi mudah terprovokasi oleh pemberitaan-pemberitaan sepihak. Masalah bertambah dengan kesulitan FT dalam pembuatan dokumen syarat wajib umroh yang berujung pada jadwal keberangkatan yang kacau. Sementara itu Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Kementerian Agama Muhajirin Yanis mengaku terus mengawasi komitmen First Travel untuk memberangkatkan jamaahnya sesuai dengan tanggal yang mereka tetapkan. Karena, menurutnya, hal ini menyangkut kepentingan ribuan jamaah yang merupakan tanggung jawab Kementerian Agama. "Jika nantinya ada hal yang sifatnya wanprestasi, itu sudah tergantung jamaah bagaimana menyikapi. Yang jelas untuk sekarang kami pegang komitmen mereka yang sudah diumumkan ke mana-mana," ungkapnya kepada Kontan, Senin (24/4). Menurutnya, Kemenag akan terus memantau sesuai dengan regulasi. Solusi yang ditawarkan First Travel seperti penambahan biaya dengan menggunakan pesawat charter, juga disetujui. Asalkan, kebijakan tersebut tidak merugikan jamaah. Disinggung mengenai dugaan oknum yang menyulitkan pengurusan visa atas nama First Travel, Muhajirin menyarankan agar kesulitan seperti itu sebaiknya tidak dibeberkan. Ia menambahkan, sebagai pihak yang paling paham mengenai masalah internal dalam perusahaannya, First Travel harusnya sudah menyusun langkah-langkah yang harus mereka ambil jika mereka memang merasa dirugikan. "Jangan sampai ada pihak-pihak yang merasa tidak tahu, lalu tertuduh," lanjutnya. Selain itu, Muhajirin menyarankan agar First Travel menjalin komunikasi yang baik dengan pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam pengurusan dokumen-dokumen umrah. Sehingga, tidak terjadi kesalahpahaman. Sementara itu Amina Septi, salah satu calon jamaah First Travel asal Jakarta mengeluhkan kurang jelasnya info yang dia dapat mengenai tanggal keberangkatan. Ia mengaku telah mendaftar sejak April 2016 bersama keluarganya dengan total 5 calon jamaah dan melakukan pelunasan sebulan setelahnya yaitu Bulan Mei dengan biaya Rp 14,3 juta per orang. Ia dijanjikan akan berangkat tepat setahun setelah pelunasan. "Katanya tidak akan lebih dari bulan pelunasan, jadi harusnya di bulan mei. Tapi sampai sekarang masih belum ada penjelasan," lanjutnya.
Ia juga menyayangkan sikap agen yang mengurusi keberangkatannya yang dinilai kurang komunikatif. Ia dituntut menjadi pihak yang terus
follow up. Bahkan, info terbaru yang disampaikan oleh First Travel, tidak ia dapatkan secara langsung. "Email pun dibalasnya setelah beberapa hari kemudian. Dan masih tanpa solusi," ujarnya. Mengenai biaya penambahan Rp 2,5 juta untuk keberangkatan yang lebih awal, Amina mengaku tidak akan membayar lagi. Ia bahkan menimbang untuk melakukan
refund. "Sudah kapok. Saat ini masih didiskusikan dengan keluarga mengenai langkah kami selanjutnya," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto