Jaminkan harta pribadi, BI pertegas aturan lewat PB



JAKARta. Bank Indonesia semakin menuntut keseriusan para pemilik bank dalam menjalankan bisnis keuangan. Makanya, bank sentral menegaskan kembali adanya ketentuan yang mewajibkan pemegang saham pengendali (PSP) bank meneken komitmen tertulis berisi kesediaan menjaminkan harta pribadi mereka jika bank mengalami kesulitan permodalan, likuiditas, dan terjadi penyelewengan alias fraud. BI menegaskan ketentuan ini dalam Peraturan BI (PBI) Nomor 12/23/PBI/2010 tentang penilaian kemampuan dan kepatutan yang terbit akhir Desember 2010 lalu. "Aturan ini menegaskan aturan fit and proper test sebelumnya," ujar Difi A. Johansyah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) BI, Ahad (15/1).

Berlandaskan aturan ini, BI mewajibkan para pemilik bank meneken komitmen tertulis, termasuk kesediaan mereka menjaminkan harta pribadi, sebagai salah satu syarat kelengkapan administrasi proses uji kepatutan dan kelayakan alias fit and proper test. "Tanpa komitmen itu, maka ia tidak lulus dalam penilaian secara keseluruhan," tegas Difi.

Dengan penegasan ini, BI berharap si pemilik bank serius dan berhati-hati dalam menjalankan bisnis perbankan. "Pemilik harus menalangi ketika terjadi masalah keuangan di bank mereka. Kalau bank sudah sehat, tinggal pemegang saham melakukan hitung-hitungan dengan manajemen bank," ujar Difi.


Aturan ini juga melengkapi ketentuan dalam UU No 40/2007 tentang Perusahaan Terbatas (PT). Beleid tersebut mewajibkan para pengurus usaha, termasuk direksi dan komisaris, merelakan harta pribadi mereka digunakan menanggulangi masalah di perusahaan mereka.

Mengincar pemilik bank keluarga

Pengamat perbankan Djoko Retnadi menilai, kebijakan bank sentral ini akan lebih banyak menyasar komitmen para pemilik bank kecil dan bank menengah milik keluarga. "BI tidak ingin terjadi lagi aksi hit and run pemilik bank seperti kasus-kasus lalu," ujarnya.

Namun, menurut Djoko, kebijakan ini akan sulit diterapkan pada bank-bank besar, yang pemiliknya berbentuk perusahaan. Ia menunjuk Bank Central Asia (BCA), sebagai contoh. Salah satu pemilik mayoritas BCA adalah Farallon Group. "BI akan kesulitan mencari siapa pemilik Farallon yang sebenarnya, karena yang datang di fit and proper test hanya direktur Farallon," papar Djoko. Presiden Komisaris Bank OCBC NISP Pramukti Surjaudaja sepakat dengan penegasan BI tersebut. Namun menurut dia, BI hendaknya juga menjamin perlindungan apabila terjadi perlakuan tidak benar terhadap pengurus dan pemilik bank. "Jadi, bisa seimbang antara kewajiban dan hak, termasuk perlindungan," ujarnya.

Adapun Chairal Tanjung, Direktur Para Grup, pemilik Bank Mega, menolak berkomentar soal penegasan BI ini. "No comment, ya," ujarnya melalui pesan singkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: