Jampersal bisa picu ledakan penduduk



JAKARTA. Kementerian Kesehatan akan mengawasi ketat pelaksanaan program jaminan persalinan (Jampersal). Maklum, program yang telah bergulir sejak awal tahun ini berpotensi menambah lebih banyak jumlah penduduk.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Ratna Rosita menilai, program Jampersal bisa saja menimbulkan salah persepsi bahwa semua wanita hamil akan melahirkan dengan cuma-cuma. Padahal, program ini hanya untuk masyarakat miskin saja.

Karena itu, program dengan dana Rp 900 miliar untuk 2,5 juta perempuan hamil ini akan diawasi secara ketat. "Saya minta orang-orang kecamatan, pegawai puskesmas, untuk mendata dengan benar. Kalau ada salah persepsi tentang program ini, segera laporkan," ujar Ratna, Kamis (12/5).


Selain hanya berlaku bagi masyarakat miskin, program ini juga diperuntukkan mereka yang ikut program keluarga berencana (KB).

Ratna mengatakan bahwa program Jampersal ini harus terus disosialisasikan ke seluruh daerah agar tidak timbul salah persepsi yang ujungnya malah memicu ledakan penduduk. "Khusus di rumah sakit, program ini sudah berjalan. Tapi di Puskesmas masih banyak yang belum," katanya.

Anggota Komisi IX DPR, Irgan Chairul mengatakan, program Jampersal ini memang harus diawasi ketat lantaran sangat mudah diakses. "Hanya dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk, seseorang bisa mendapatkan jaminan ini." katanya.

Ia bilang, jangan sampai ada masyarakat berpikiran bahwa tidak masalah punya banyak anak, toh melahirkan gratis. Tugas pemerintah untuk memberi pemahaman yang baik pada masyarakat.

Selain di rumah sakit pemerintah, program ini juga bisa berlaku di rumah sakit swasta. Kementerian Kesehatan mencatat dari 1.523 rumah sakit swasta, sebanyak 337 di antaranya telah bergabung mengikuti program Jampersal. Rumah sakit swasta yang mengikuti Jampersal bukan ditunjuk dari Kementerian Kesehatan melainkan mengajukan sendiri. Pemerintah telah menetapkan setiap masyarakat peserta Jampersal diberikan paket sebesar Rp 240.000 per orang.

Riendy Astria

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie