Jamu Air Mancur dibeli investor Hong Kong



JAKARTA. Salah satu produsen jamu terbesar di Tanah Air, yakni PT Jamu Air Mancur kabarnya sudah berpindah tangan. Kabar itu menyebutkan, kepemilikan saham produsen jamu yang berbasis di Karanganyar, Jawa Tengah, sudah tidak lagi dimiliki oleh keluarga sang pendiri yakni Kimun Ongkososandjojo, Wonosansoto, dan Hindrotanojo. Sumber KONTAN yang mengetahui transaksi itu menuturkan, pemegang saham baru Air Mancur adalah sebuah perusahaan asal Hong Kong. Sayang, si sumber tidak memerinci lebih lanjut soal jenis usaha perusahaan tersebut.Yang pasti, Air Mancur, yang terkenal dengan produk Madurasa ini, merupakan produsen jamu ketiga terbesar di Indonesia setelah PT Sido Muncul dan PT Nyonya Meneer.Sumber itu menambahkan, untuk mengakuisisi Air Mancur, perusahaan asal Hong Kong itu menggandeng satu perusahaan asal Indonesia.Namun sumber KONTAN itu enggan menyebut nama dan nilai transaksi. "Deal terjadi awal Januari tahun ini," ujarnya, akhir pekan laluSayangnya, manajemen perusahaan yang sudah berdiri sejak 163 ini masih enggan membeberkan secara detil. Manajemen maupun pemilik Air Mancur yang kini berada di tangan generasi ketiga Wonosantoso, yaitu Janto Wonosantoso, tidak menanggapi telepon dan pesan singkat, termasuk surat elektronik yang dikirimkan KONTAN.Keterangan hanya datang dari Susi. Perempuan ini memperkenalkan diri sebagai Sekretaris Direksi di Air Mancur. Menurut Susi, dewan direksi Air Mancur, kini tak lagi diisi orang-orang lama. Jabatan Presiden Direktur Air Mancur sekarang berada di tangan seorang pria bernama Kotaki. "Semua baru ganti," tutur Susi kepada KONTAN lebih lanjut.Charles Saerang, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu), membenarkan, kepemilikan mayoritas Air Mancur sudah berpindah tangan. "Tapi detailnya seperti apa saya kurang tahu," ujar dia.Menurut Charles, peralihan kepemilikan itu wajar mengingat produsen jamu saat ini sedang terdesak. Di satu sisi, pasar sedang didominasi aneka jamu berbahan kimia. Selain itu, regulasi yang dikeluarkan pemerintah juga tidak memberikan angin ke perusahaan jamu lokal.Alasan lain, era globalisasi memuluskan jalan bagi perusahaan asing untuk menjadi pemilik perusahaan asli Indonesia. Masuknya asing itu, tentu kian menyulitkan tantangan yang harus dihadapi industri jamu tradisional. Sebaliknya, perusahaan jamu asal Indonesia susah sekali menembus pasar ekspor karena ketatnya regulasi di negara tujuan.Secara terbuka, Charles juga menyatakan akan melepas juga saham perusahaannya, seandainya ada penawaran yang menarik. Atau, "Setidak-tidaknya merger. Sekarang ini, pengusaha jamu lebih memikirkan cara survive. Yang penting, bisnis bisa bertahan," ujar Charles yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur sekaligus pemilik Nyonya Meneer.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: