KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah di pasar global relatif masih rendah. Kondisi ini mempengaruhi harga minyak mentah dalam negeri atau Indonesian Crude Price (ICP). Pada bulan Mei, angka ICP memang naik 24,24% menjadi US$ 25,67 per barel dari posisi April. Namun nilai itu masih di bawah ICP pada Mei tahun lalu yang berada di harga US$ 68,07 per barel.
Baca Juga: Pertamina klaim megaproyek kilang minyak bisa serap ratusan ribu tenaga kerja Meski harga minyak mentah sedang murah, pemerintah tidak serta merta menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Ada sejumlah pertimbangan, misalnya pemerintah masih mencermati perkembangan global, termasuk rencana pemangkasan produksi OPEC dan negara produsen lainnya. Di saat yang sama, daya beli masyarakat cenderung menurun sehingga mempengaruhi realisasi konsumsi BBM. Sejatinya, minyak merupakan sumber energi fosil yang kelak akan habis. Dengan kata lain, pemerintah sebaiknya mulai memikirkan keseimbangan penggunaan energi, termasuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT), yang kelak bisa menjadi alternatif pengganti minyak bumi.
Baca Juga: Harga minyak mentah turun lebih dari 1% karena persediaan minyak AS kembali naik Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyebutkan, suatu saat nanti sumber energi fosil seperti minyak bumi akan habis. Ketika cadangan minyak mulai menipis, sementara kebutuhan energi semakin menanjak, maka harga berpotensi melonjak. Dia mencatat, selama masa pandemi Covid-19, permintaan terhadap minyak mentah menurun drastis. OPEC beserta sekutunya pun mengurangi produksi demi menyelamatkan harga minyak mentah global.
Kondisi ini sejatinya bisa menjadi momentum pas bagi Indonesia untuk menggenjot pemanfaatan EBT. Ikhtiar itu bukan hanya untuk mencari sumber energi alternatif, melainkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Baca Juga: Produk CPO dan turunannya dari RI mulai ditolak di negara Eropa ini "Pemerintah mesti memfasilitasi investor di sektor EBT dengan berbagai insentif," ungkap Fahmy. Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, potensi energi alternatif selain BBM adalah bahan bakar nabati (BBN). Indonesia pun sudah mencoba mengembangkan bahan bakar berbasis minyak sawit dalam lima tahun terakhir.
Editor: Sandy Baskoro