JAKARTA.
Janji insentif bak gula buat para pelaku usaha. Dengan menebar janji insentif, pemerintah berharap bisa menyedot dana swasta untuk membangun infrastruktur dan menggiatkan ekonomi dalam negeri. Janji-janji berupa pemberian insentif bagi pelaku usaha terus terdengar dari Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Wajar, Presiden Jokowi ingin memperbesar keterlibatan investor swasta guna mewujudkan visi dan misinya yang dipamerkan saat kampanye pemilihan umum (pemilu) presiden lalu. Salah satu janjinya adalah pemberian insentif perpajakan untuk industri galangan kapal. Pemerintah berencana membebaskan bea masuk (BM) dan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk komponen galangan kapal. Langkah ini sebagai bagian untuk mensukseskan program tol laut Presiden Jokowi.
Janji lainnya, pemberian tiga insentif sekaligus bagi pengusaha yang akan memindahkan pabriknya ke luar Pulau Jawa. Rangsangannya berupa pembangunan infrastruktur pendukung, administrasi perizinan, dan fiskal. Itu belum termasuk pembebasan dan pengurangan pajak atawa
tax holiday dan
tax allowance, lo. Lalu, terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, pemerintah berjanji memberikan insentif ke pengusaha angkutan dalam bentuk pembebasan BM untuk onderdil kendaraan. Tak hanya itu, Kementerian Keuangan (Kemkeu) juga akan mengurangi pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan penundaan PPh Pasal 29 bagi industri tertentu. Masalahnya, janji-janji tersebut belum ada satupun yang terealisasi. Bahkan, payung hukum yang melandasi pemberlakukan insentif itu pun belum lahir. Jangankan Pemerintahan Jokowi, janji insentif dari Pemerintahan Bambang Yudhoyono (SBY) pun banyak yang tak jelas nasibnya. Di era kepemimpinan SBY, ada empat perusahaan yang dijanjikan mendapat
tax holiday. Mereka adalah PT Cartepillar Indonesia, PT Feni Haltim, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, dan PT Synthetic Rubber Indonesia. Tapi, hingga kini pembebasan pajak itu belum terwujud. Menteri Perindustrian Saleh Husain mengatakan, kelanjutan
tax holiday dari pemerintah sebelumnya belum dibahas. Alasannya, pemerintah masih fokus menyiapkan rencana pembangunan yang menjadi agenda utama, yaitu di bidang infrastruktur dan pengembangan kawasan industri di beberapa daerah. Cuma, Enny Sri Hartati, ekonom Institute for Development Economic and Finance (Indef) mengingatkan, peran swasta sangat besar lantaran dana pemerintah sangat terbatas. Misalnya, kebutuhan anggaran infrastruktur tahun depan Rp 236,6 triliun, tapi hanya tersedia Rp 150,9 triliun.
Jika pemerintah ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi, janji-janji insentif yang pernah disampaikan harus segera terealisasi. "Bersamaan dengan itu, Pemerintahan Jokowi juga harus memperbaiki sektor perizinan," kata Enny. Sebab, percuma pemerintah memberikan insentif kalau izin usaha masih berjalan lambat. Perizinan yang cepat mendukung iklim investasi yang sehat. A. Prasetyantoko, ekonom Bank Tabungan Negara (BTN), bilang, janji insentif bak pisau bermata dua. Jika dosis dan targetnya tepat, dampaknya akan optimal bagi perekonomian. Sebaliknya, jika hanya diobral tanpa strategi yang matang, pemerintah bisa buntung. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa