Pernah mendengar
Harajuku style? Kalau Anda penggemar duo Maia Estianty dan Mey Chan, tentu Anda sudah tidak asing dengan istilah tersebut. Kedua penyanyi tersebut mengadopsi
Harajuku style ke dalam gaya berpakaian mereka.
Harajuku style merupakan gaya berpakaian anak-anak muda yang sering nongkrong di Harajuku, Jepang. Gaya berpakaian ini kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Gaya berpakaian Harajuku ini bukan satu-satunya tren
fashion asal Jepang yang menyebar ke luar Negeri Sakura tersebut. Selain gaya berpakaian, gaya modifikasi sepeda motor yang ngetop di Negeri Matahari Terbit itu juga banyak diikuti oleh penggemar sepeda motor di dunia. Di Indonesia sendiri, gaya modifikasi sepeda motor ala Jepang ini disebut dengan istilah
Jap’s style.
Gaya modifikasi sepeda motor Jepang ini memang amat berbeda dengan gaya modifikasi sepeda motor ala barat. Kalau di gaya modifikasi ala barat sepeda motor biasanya mendapat tambahan berbagai aksesori, modifikasi sepeda motor ala
Jap’s style justru terkesan minimalis. Alih-alih menambah aksesori, pemilik sepeda motor yang memodifikasi motornya ala
Jap’s style justru rela membuang beberapa bagian sepeda motor kesayangannya. Alhasil, motor yang dimodifikasi dengan gaya Jepang ini biasanya tampak lebih ramping. Ciri lainnya, stang kemudi motor agak tinggi. Sepeda motor biasanya dimodifikasi dengan cara mengganti ban dan velg aslinya dengan ban dan velg berukuran besar. Rangka belakang untuk penyangga ban biasanya juga diperpanjang sampai sekitar 15 cm. Spatbor depan dan belakang pun dilepas. Alhasil, motor hasil modifikasi
Jap’s style ini mirip motor yang sering digunakan untuk
motorcross. Modifikasi
Jap’s style ini mulai dikenal para penggemar modifikasi sepeda motor di Indonesia pada awal 2000. Gaya modifikasi ini diperkenalkan oleh
builder asal Bandung.
Builder adalah sebutan untuk orang yang mengerjakan modifikasi sepeda motor. Salah satu orang yang pertama kali memperkenalkan modifikasi
Jap’s style ini adalah Purnama.
Builder dari bengkel modifikasi motor Yasashi Garage ini mengenal
Jap’s style dari internet. Kebetulan, Purnama memang termasuk rajin nge-
blog dan juga aktif di berbagai forum otomotif. Suatu saat, ia menemukan artikel soal modifikasi sepeda motor yang dilakukan anak-anak muda Jepang dari Shibuya. Melihat hasilnya yang minimalis dan unik, Purnama pun tertarik mencoba modifikasi motor tersebut. Belajar modifikasi dari internet Ia lantas mencoba memodifikasi sepeda motor Honda CB miliknya. Untuk pengerjaan, Purnama hanya menggunakan foto-foto
Jap’s style dari internet sebagai panduan. “Saya coba modifikasi sendiri,” kenangnya. Meski hanya mencontoh foto-foto yang ada di internet, Purnama sukses memodifikasi sepeda motornya dengan gaya Jepang. Kisah Oki Darusman pun tidak jauh beda dengan Purnama. Oki mengenal gaya modifikasi
Jap’s style dari hasil
browsing di internet. “Saya tertarik setelah melihat foto-foto hasil modifikasi di internet,” kisahnya. Ia pun tertarik untuk memodifikasi sepeda motor Honda Tiger buatan 1996 miliknya. Kebetulan, ia memang ingin memermak sepeda motor tersebut menjadi tampak baru. Hanya, saat itu
Jap’s style belum terlalu populer. Oki tidak bisa menemukan bengkel yang khusus melayani modifikasi ala
Jap’s style. Karena kebelet, karyawan Bank Jabar ini pun nekat membawa sepeda motornya ke tukang las di pinggir jalan. Tak lupa ia membawa foto-foto motor hasil modifikasi
Jap’s style untuk ditunjukkan kepada si tukang las. “Saya beri desain supaya mereka bisa ngerombak, ternyata berhasil,” kisah Oki girang. Dari Bandung, demam Jap’s style ini lantas menular ke berbagai daerah, termasuk ke Jakarta. Hal ini dirasakan Donny Ariyanto, penggemar sepeda motor modifikasi
Jap’s style yang lain. “Saya sudah prediksi pasti tren
Jap’s style akan merambat ke Jakarta,” ujar penggila
Jap’s style asal Jakarta ini. Donny berkisah, ia mengenal
Jap’s style setelah melihat aktivitas para penggemar
Jap’s style di Bandung. Ia pun tertarik mencoba modifikasi ala negeri Oshin ini. Donny menyukai gaya modifikasi sepeda motor Jepang lantaran merasa bosan dengan gaya modifikasi sepeda motor yang selama ini ia kenal. Menurut pria yang memang gemar memodifikasi sepeda motor ini, selama ini ia berkutat dengan modifikasi ala Amerika atau Thailand. Selain itu, ia biasanya memodifikasi sepeda motor dengan gaya
sport. Nah, di modifikasi ala Amerika atau Thailand, modifikasi
sport lebih bagus bila dilakukan di sepeda motor dengan kapasitas mesin besar. Sementara jika mengadopsi
Jap’s style, memakai sepeda motor dengan kapasitas mesin kecil pun bisa. Tambah lagi, gaya sepeda motor
Jap’s style terkesan jantan di mata Donny. “Saya lihat foto-foto motor orang Jepang, ternyata gayanya laki-laki abis,” ujarnya. Memang, kebanyakan sepeda motor yang dimodifikasi ala
Jap’s style adalah motor laki-laki, bukan motor bebek. Sepeda motor yang sering dimodifikasi dengan gaya
Jap’s style adalah Honda Tiger, MegaPro, Kawasaki Binter Merzy, atau Suzuki Thunder. Saking tergila-gilanya dengan gaya modifikasi sepeda motor ala Jepang ini, Donny mempelajari
Jap’s style dengan serius. Bahkan, ia sampai menyisihkan gajinya sebagai karyawan di Bakrie Telecom untuk membuka bengkel modifikasi khusus
Jap’s style bernama Studio Motor Custom Bike. Ia memilih lokasi di Ciputat untuk membuka bengkel tersebut. Pria berusia 31 tahun ini mengeluarkan modal yang lumayan besar untuk membuka bengkel ini. “Modalnya sekitar Rp 60 juta,” kisahnya. Membentuk komunitas masing-masing Wajar kalau modifikasi ala
Jap’s style ini mendapat banyak peminat. Pasalnya, modifikasi ala Negeri Matahari Terbit ini tidak membutuhkan banyak biaya kalau dibandingkan gaya modifikasi lainnya. Maklum saja, konsep utama modifikasi gaya Jepang ini justru memodifikasi sepeda motor menjadi tampil minimalis. Jadi, modifikasi ini tidak membutuhkan banyak aksesori. “Biaya modifikasi umumnya cuma berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 20 juta,” terang Purnama. Selain itu karena konsepnya minimalis, sepeda motor hasil modifikasi gaya Jepang ini tidak terlihat terlalu mencolok. Bahkan Oki menuturkan ia selalu menggunakan sepeda motor hasil modifikasi
Jap’s style miliknya untuk pergi ke kantor. Karena peminatnya banyak, para penggemar modifikasi
Jap’s style ini pun membentuk komunitas sendiri. Lihat saja yang dilakukan Purnama. Bersama rekannya di Yasashi Garage, ia membentuk komunitas Street Demon. Ini merupakan salah satu komunitas
Jap’s style tertua di Indonesia. Komunitas ini berdiri pada 2004. Purnama menuturkan, secara harfiah, Street Demon berarti setan jalanan. Tapi, Purnama punya definisi sendiri soal nama ini. “Arti Street Demon sebenarnya adalah setan yang senang jalan-jalan,” ujarnya terkekeh. Komunitas Street Demon ini sudah berkembang pesat. Anggotanya saat ini sudah mencapai ribuan. “Sudah tidak terhitung banyaknya anggota,” papar Purnama. Bahkan, komunitas ini juga mempunyai cabang di berbagai kota, seperti Batam, Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya. Sementara, Donny juga membentuk komunitas penggemar
Jap’s style sendiri. Ia menamai komunitasnya Custom Motor. Jumlah anggotanya sudah mencapai ratusan. “Tiap Jumat malam kami kumpul di Tebet,” ceritanya. Para penggemar
Jap’s style mengaku mendapat banyak manfaat dengan bergabung ke komunitas. Lewat komunitas ini, para penggemar
Jap’s style bisa saling bertukar cerita dan informasi. Misalnya saja informasi soal bengkel modifikasi
Jap’s style yang bagus. Selain itu, menurut Oki, dengan bergabung menjadi anggota komunitas penggemar
Jap’s style, seseorang bisa lebih mengenal berbagai macam sepeda motor.Maklum saja, para anggota komunitas
Jap’s style menggunakan sepeda motor dari berbagai macam merek. Oki bisa mempelajari berbagai cara modifikasi motor sesuai dengan tipe dan merek sepeda motor. Selain itu, Oki bisa berbagi pengalaman saat mengerjakan modifikasi dengan pemilik sepeda motor merek lainnya. “Kalau ramai mereknya, ramai ceritanya, ramai juga manfaatnya,” katanya tertawa. Purnama menuturkan, selain bertukar informasi dan cerita saat melakukan kopi darat, para anggota komunitas Street Demon juga berkomunikasi lewat forum internet. Apalagi, anggota komunitas
Jap’s style yang satu ini tersebar di banyak daerah di Indonesia. Sebagaimana komunitas sepeda motor umumnya, komunitas
Jap’s style pun rajin melakukan
touring. Ambil contoh komunitas Street Demon. Komunitas ini biasanya menggelar kopi darat setiap akhir pekan, baik Sabtu malam atau Minggu sore. “Kalau kumpul biasanya
ngobrolin modifikasi, kemudian lanjut keliling Bandung,” cetus Purnama. Yang unik, para anggota komunitas
Jap’s style ini jauh dari kesan sangar. Kalau kebanyakan komunitas sepeda motor menggunakan jaket tebal dan sepatu bot saat melakukan
touring, komunitas
Jap’s style terlihat lebih bebas. Ada yang hanya memakai kaos biasa. Oki bilang, pengendara sepeda motor di Jepang memang cenderung lebih santai. “Ini yang saya baca dari majalah Jepang,” ujarnya.
Selain itu, anggota komunitas
Jap’s style juga patuh aturan lalu lintas. Meskipun mereka memodifikasi sepeda motornya, atribut standar di sepeda motor seperti kaca spion, lampu sen dan pelat nomor tetap mereka pasang. “Polisi juga bingung kalau mau menilang,” sebut Oki tersenyum. Satu lagi keunikan penggemar
Jap’s style ini: mereka takut hujan. Bukannya mereka takut basah, tapi kalau mereka memaksa jalan di tengah hujan, baju mereka bakal kotor kena lumpur. “Kan, motor kami tidak ada spatbor belakang, jadi bakal hancur lebur kalau kena lumpur,” kata Purnama. Kalau begitu, musim hujan begini di rumah terus, dong? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Test Test