Jaringan server di luar negeri, Bareskrim kesulitan lacak 36 fintech ilegal



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri kesulitan melacak 36 platfom fintech lending ilegal yang memiliki jaringan server di luar negeri. Sehingga, saat ini pihak kepolisian masih memantau operasi perusahaan fintech tersebut.

Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul mengatakan 36 fintech tersebut, meng-hosting atau menampung data ke 107 jaringan server yang berlokasi di lima negara. Bahkan, ada satu fintech yang menampung datanya sampai ke sembilan server di tiga negara.

"Bayangkan, kalau satu atau dua fintech bermasalah dan melakukan berbagai tindakan pelanggaran, tentu kami kesulitan melacaknya. Karena hostingnya ada di berbagai negara, seperti China, Indonesia, Singapura, Amerika hingga ke Irlandia," kata Ricky, di Bareskrim Polri, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/1).


Dengan banyaknya jaringan server tersebut, memungkinkan adanya penyalahgunaan data nasabah. Maka itu, kepolisian tengah berkoordinasi dengan beberapa negara untuk melacak keberadaan server tersebut.

Seharusnya, menurut dia, setiap perusahaan fintech mempunyai pusat data di Indonesia dan nantinya dikendalikan oleh Kementrian Komunikasi dan informatika (Kemkominfo).

Hal ini juga tertuang dalam pasal 25 Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016, Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Aturan ini mewajibkan setiap penyelenggara layananan fintech menggunakan pusat data dan pusat pemulihan bencana yang ditempatkan di Indonesia.

Selain itu, penyelenggara wajib memenuhi standar minimum sistem teknologi informasi, pengelolaan risiko teknologi informasi, pengamanan teknologi informasi, ketahanan terhadap gangguan dan kegagalan sistem, serta alih kelola sistem teknologi informasi.

Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi telah merekomendasikan pemblokiran 404 apllikasi dan website fintech ilegal kepada Kemkominfo. Sementara itu, sejak Agustus 2018 - Januari 2019, Kominfo telah memblokir 527 website dan aplikasi fintech ilegal yang telah diblokir.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L.Tobing mengatakan keberadaan fintech ilegal di Indonesia, dikarenakan akses keuangan di sektor informal masih terbatas. Padahal, masih banyak masyarakat yang membutuhkan uang tapi tidak bisa terlayani di sektor formal.

"Para pelaku fintech ilegal berinisiatif mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan membuat aplikasi yang tidak terdaftar di OJK," katanya.

Hingga awal Desember 2018, terdapat 88 penyelenggara peer to peer (P2P) lending yang telah mengantongi izin dan tanda terdaftar dari OJK. Adapun nilai penyaluran pinjaman sepanjang 2018 mencapai Rp 20 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi