Jasa Marga Gugat Bangun Tjipta Sarana



JAKARTA. Meski telah bermitra lebih dari 20 tahun, diam-diam, PT Jasa Marga punya masalah mengganjal dengan PT Bangun Tjipta Sarana. Pengelola jalan tol itu ingin segera mengakhiri kerjasama dalam proyek jalan tol Jakarta - Cikampek yang telah terjalin sejak tahun 1993.

Pada 27 Mei lalu, Jasa Marga sudah mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Pekan lalu, sidang perdana sudah berlangsung dan kini masuk tahap mediasi. Dalam gugatannya, Jasa Marga meminta pengadilan membatalkan akta kerjasama bagi hasil pengelolaan jalan tol ruas Cibitung - Cikampek dengan Bangun Ttjipta sebagai investor yang membangun ruas jalan itu.

Kuasa hukum Jasa Marga Amir Syamsudin bilang, kliennya telah mengikat perjanjian dengan Bangun Tjipta dalam pembangunan jalan tol ruas Cibitung - Cikampek pada 16 Oktober 1992. Sesuai Akta 109, keduanya sepakat, penghitungan interest rate of return (IRR) proyek jalan tol ini sebesar 18,86%.


Akta 109 itu juga mencantumkan bagi hasil pengelolaan jalan tol. Sampai tahun 2014, Jasa Marga setuju, memberikan 69% hasil pada Bangun Tjipta, kontraktor pembangun sebagai kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan. Sisanya, 31% adalah hak Jasa Marga.

Benih sengketa mulai tumbuh pada tahun 2000. Saat itu, Jasa Marga berencana memperlebar ruas tol Jakarta - Cikampek untuk mengantisipasi pengoperasian jalan tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Pedalarang) pada tahun 2005 dan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) yang terhubung dengan tol Jakarta - Cikampek pada 2007.

Jasa Marga menawari Bangun Tjipta untuk menggarap proyek itu. Tapi, karena terlalu lama mempertimbangkannya, Jasa Marga memutuskan mengerjakan sendiri pelebaran ruas tol sepanjang 9,4 kilometer mulai tahun 2006.

Sejak pengoperasian dua jalan tol baru yang notabene dibangun oleh Jasa Marga, arus lalu lintas di Cibitung-Cikampek ikut melonjak. “Dua ruas jalan tol ini menambah secara signifikan pendapatan Bangun Tjipta,” tandas Amir.

Lantaran kondisi sudah berbeda, sejak tahun 2005, Jasa Marga mengajak Bangun Tjipta negosiasi ulang sistem bagi hasil. Tapi, "Bangun Tjipta punya itikad buruk, tidak mau negosiasi ulang," ujar Amir.

Jasa Marga menilai ada yang tidak adil. Pertama, peningkatan keuntungan Jalan Tol Jakarta - Cikampek sejak 2005 bukan karena investasi yang ditanamkan oleh Bangun Tjipta. Kedua setelah ada penghitungan ulang terhadap IRR, ternyata, dengan mendasarkan pada IRR 18,86% di awal perjanjian dan investasi sebesar Rp 69 miliar, Bangun Tjipta sudah untung sejak akhir 2002. Sebab, sejak 1990 sampai 2002. Bangun Tjipta telah menerima bagi hasil Rp 272,415 miliar. Jumlah itu setara dengan IRR sebesar 19%.

Lantaran itu, Jasa Marga meminta hakim membatalkan akta 109 sejak tahun 2002. Selain itu, Jasa Marga juga meminta Bangun Tjipta mengembalikan kelebihan pembayaran akibat tercapainya IRR 18,86% sejak tahun 2002 sebanyak Rp 445,062 miliar, termasuk kelebihan bayar hasil tol setelah ada pelebaran ruas sebesar Rp 17,415 miliar, biaya operasional sebesar Rp 17,179 miliar, plus ganti rugi sebesar Rp 92,535 miliar.

Siswono Yudohusodo, pemilik Bangun Tjipta, heran dengan gugatan ini. Menurutnya, apa yang digugat oleh Jasa Marga tidak relevan. "Perjanjian itu menguntungkan kedua pihak, kenapa harus dibatalkan?" ujarnya. Makanya, ia bersikeras kalau perjanjian ini harus berakhir sesuai perjanjian. "Kalau gugatan Jasa Marga ini dikabulkan, investor jalan tol akan kabur semua," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan