JAKARTA. Dampak baik terus dinanti dari skema kontrak bagi hasil dengan skema
gross split. Salah satunya dampak terhadap industri jasa penunjang. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI), Wargono Soenarko bilang, saat ini pengaruh dari skema
gross split belum bisa dibuktikan. Dampaknya kemungkinan besar baru terasa setelah tiga tahun mendatang setelah kontrak baru diteken. "Setelah tiga tahun tanda tangan
gross split, baru kami disuruh kerja, nanti bisa dilihat apakah kami dipakai atau enggak dipakai," ujar Wargono, Rabu (26/4).
Menurutnya, jasa penunjang yang bergerak di bidang jasa tidak akan terlalu takut bersaing dengan perusahaan pemboran dari luar negeri. Pasalnya perusahaan jasa penunjang sudah lebih mengetahui wilayah kerja migas di Indonesia dan mampu memberikan harga jasa yang lebih murah. Namun, bagi industri jasa penunjang yang bergerak di bisnis barang untuk hulu migas tetap tidak akan bisa melawan barang-barang dari luar negeri terutama dari China. Sebab, barang-barang dari China bisa lebih murah karena barang impor bisa tidak terkena pajak, sedangkan barang dibuat di dalam negeri justru dikenakan pajak. Selain itu, perusahaan China juga bisa mendapatkan pinjaman bebas bunga. "Jadi dikasih
split berapa pun mungkin masih pakai barang dari luar karena lebih murah. Sedangkan untuk sektor jasa, saya berani tapi enggak tahu kalau datang jasa drilling dari China, tapi kami beranilah," imbuhnya. Wargono menyebut saat ini kondisi bisnis jasa penunjang memang tidak terlalu baik. Dari 80 kegiatan pemboran yang direncanakan oleh SKK Migas, hanya 10 kegiatan pemboran yang berjalan. Makanya, perusahaan jasa penunjang lokal lebih banyak masuk ke kegiatan pemeliharan seperti
workover agar bisnis perusahaan bisa tetap berjalan. Sementara kegiatan eksplorasi masih banyak yang belum bisa digarap karena rata-rata berada di laut dalam dan di wilayah Timur Indonesia. Untuk itu dengan adanya penerapan
gross split, Wargono menyarankan bagi anggotanya untuk terus menata diri agar bisa memberikan jasa yang murah dengan kualitas yang bisa diandalkan. Pasalnya dalam
gross split nantinya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dituntut untuk efisien dalam melakukan kegiatan di hulu migas.
"Jadi kami kalau mau benar ya harus profesional, jangan abal-abal. Kalau
gross split kan pasti dia mau pilih yang bagus dan murah. Kalau sudah efisiensi orang mau cepat, murah, pasti itu kami ditantang seperti itu," kata Wargono. Selain itu, Wargono juga berharap dengan diterapkannya
gross split akan ada banyak kegiatan yang bisa dikerjakan industri penunjang migas di Indonesia. Pasalnya, sejauh ini, sudah ada 18 WK yang ditawarkan pemerintah namun tidak ada investor yang berminat. Dengan menggunakan
gross split, ada harapan lelang WK yang dilakukan pemerintah bisa lebih diminati oleh investor. "Kami enggak bisa minta apa-apa ke negara, kami minta cuma negara lakukan eksplorasi. Bikin kerjaan di WK-WK yang ada. Kalau mereka saja tidak ada kerjaan, saya kerja apa? Harapannya pemerintah beri lapangan-lapangan itu ke investor supaya kita bisa dapat kerjaan dari investor" ujar Wargono. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini