KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Tekstil menanggapi protes pengusaha jasa titip (Jastip) yang merasa dirugikan atas kebijakan pengetatan impor terbaru dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36 Tahun 2023. Ketua Asosiasi Produsen Benang dan Serat Filamen Indonesia (APSYFI) Redma Gita W menegaskan bahwa kebijakan ini diterapkan agar ada keadilan bagi pengusaha dalam negeri. Menurutnya, usaha jastip ini sebetulnya masuk kategori impor ilegal lantaran tidak menumbuhkan manfaat bagi perekonomian dan justru mematikan Industri Kecil Menengah (IKM) di Indonesia.
"Karena memang dia (jastip) kan tidak bayar pajak, tidak pakai izin hanya
hand carry, apalagi kalau barang kiriman di-
packing kecil-kecil jadi tidak masuk ke aturan dan dia bisa tidak bayar bea masuk dan pajak," kata Redma dalam Jumpa Pers di Jakarta, Senin (18/3). Redma mengakui usaha Jastip salah satu penyebab menjamurnya produk impor tekstil dan garmen di Indonesia dan merebut pasar domestik. Apalagi produk jastip ini dijual dengan harga yang jauh lebih murah karena bebas dari PPN. Dampaknya, produk lokal tidak mampu bersaing secara harga. Sehingga banyak pabrikan di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang produksinya terus menurun bahkan sampai bangkrut. "Ini tidak
fair, kalau kita bayar PPN, mereka (jastip) tidak. Kami tidak anti impor juga, impor boleh tapi patuhi aturannya, bayar pajaknya dan ini diatur di Permendag ini," jelas Redma.
Baca Juga: Kebijakan Pembatasan Barang Impor Berpeluang Pengaruhi Bisnis Jastip Redma menegaskan dalam aturan baru ini, usaha jastip tetap diperbolehkan, namun diatur agar barang impor yang masuk ke Indonesia dapat di kontrol. Menurutnya, kebijakan ini justru perlu mendapat dukungan lebih. Dengan demikian industri dalam negeri khususnya tekstil bisa kembali berjaya di pasar domestik. "Dampak lebih besar kita bisa menyerap tenaga kerja lagi yang kemarin teman-teman ada PHK bisa kita rekrut lagi," kata Redma. Diketahui, Permendag No 36/2023 mulai berlaku sejak 10 Maret 2024 ini juga sudah mulai disosialisasikan oleh Bea Cukai Soekarno-Hatta dan menyasar kegiatan impor melalui barang bawaan penumpang pesawat. Terdapat lima jenis barang bawaan penumpang yang dibatasi arus masuknya ke Indonesia. Di antaranya adalah alas kaki; tas; barang tekstil jadi lainnya, barang elektronik, serta telepon seluler,
handheld, dan komputer tablet. Pemerintah kini membatasi alas kaki impor yang dibawa penumpang menjadi hanya dua pasang per penumpang. Tas yang dibawa dari luar negeri juga dibatasi hanya dua item per penumpang.
Baca Juga: Aturan Pengetatan Impor Bisa Cegah Maraknya Modus Jasa Titip Sementara itu, barang tekstil jadi lainnya dibatasi menjadi sebanyak 5 item per penumpang. Barang elektronik impor turut dibatasi menjadi 5 unit dengan nilai maksimal free on board (FOB) US$ 1.500 per penumpang. Sedangkan impor telepon seluler, handheld, dan komputer tablet lewat barang bawaan penumpang kini dibatasi hanya dua item per penumpang dalam jangka waktu satu tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi