Jastip, memetik laba dari jualan di medsos



KONTAN.CO.ID - Di era media sosial (medsos) seperti sekarang, banyak peluang yang bisa dijadikan lumbung penghasilan. Bagi Anda yang suka jalan-jalan ke mal atau pusat perbelanjaan sekaligus eksis di medsos, bisa meraih pendapatan dengan menekuni usaha jasa titip beli atau jastip yang kini mulai ngetren.  

Jastip kian marak karena banyak orang menginginkan sebuah barang namun terkendala waktu dan jauhnya jarak. Jastip ini menggunakan medsos, terutama Instagram, sebagai wadah yang mempertemukan pelaku usaha dengan konsumen.

Jadi, jika melihat sebuah produk bagus dan branded misalnya, langsung saja foto, lalu tawarkan di akun medsos Anda. Tentu, Anda akan mendapatkan komisi jika ada orang yang membeli barang tersebut melalui jasa Anda. Singkatnya dari hobi jalan-jalan dan belanja, Anda bisa menghasilkan uang yang lumayan besar.


Simak saja kisah Ika, pelaku usaha jastip asal Pondok Aren, Tangerang Selatan. Awalnya, Ika yang mulai menawarkan jastip sejak November 2016, melakukannya sebagai sambilan saja karena dirinya memang hobi berbelanja. Namun karena permintaan terus meroket, dia pun serius menjalani usaha ini.

Pada tahap awal, permintaan barang yang masuk melalui akun sosmed Ika hanya sekitar 20 order hingga 30 order sebulan. Namun pelan tapi pasti, pesanan terus mengalir kian kencang hingga mencapai 200 permintaan dalam sebulan.

Omzetnya pun tidak bisa dipandang remeh. Ika mampu mengantongi omzet hingga Rp 80 juta dalam sebulan. “Untuk margin usahanya sekitar 25%,” bisik Ika.

Ika bilang, dari konsumen jastip ia memungut jasa 10% hingga 60% dari harga barang yang dititip. Makin mahal harga sebuah barang, besaran persentase fee yang dipungut Ika pun tentu semakin kecil.

Meningkatnya omzet jastip Ika sejalan dengan semakin bervariasinya produk yang dia tawarkan. Ketika memulai usahanya, Ika menawarkan barang-barang di IKEA.

Itu sebabnya nama akun instagramnya pun @ikaikeashop. Belakangan, ia mendapatkan peluang yang lebih manis dengan menjajakan produk kecantikan khususnya skin care The Body Shop dan Yves Rocher.

Berbeda dengan produk-produk rumah tangga IKEA yang biasanya berukuran besar, produk-produk kecantikan lebih mudah dibawa dan bisa disimpan sebagai stok. Ika mengakui, khusus, untuk produk-produk The Body Shop, ada faktor lain yang membuat ia getol memasarkannya.

Rupanya, lokasi rumah Ika dekat dengan salah satu pabrik The Body Shop. Alhasil, “Harga di sini selalu khusus dan lebih murah. Margin keuntungan jadi lebih besar,” beber Ika.

Legitnya keuntungan dari bisnis jastip ini juga dinikmati Tya Arista asal Bekasi. Ibu rumah tangga ini mengaku baru setahun menggeluti usaha jastip. Saat ini Tya bisa melayani hingga 100 permintaan per bulan.

Tya melayani jastip untuk beragam produk, mulai produk rumah tangga, kecantikan, hingga produk elektronik khususnya telepon seluler (ponsel). Untuk saat ini, hampir 40% pesanan yang diterima Tya adalah jastip untuk produk-produk fashion dan kecantikan dari merek-merek ternama, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Dalam sebulan Tya bisa mengumpulkan omzet Rp 40 juta hingga Rp 60 juta. Adapun komisi yang dia kutip dari konsumen berkisar 10% hingga 40% dari harga barang.

Konsumen Tya beragam, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga karyawan. Sebagian besar pembelinya berasal dari luar pulau Jawa. Ya, dengan menggunakan medsos, jangkauan pemasaran bisnis jastip memang bisa lebih luas.

Tips dan trik sukses

Untuk bisa memulai usaha ini, menurut Tya hal pertama kali harus dimiliki adalah product knowledge yang luas. Maklum, biasanya konsumen akan banyak bertanya banyak tentang produk dan tempat pembeliannya.

Intinya, kita harus punya daftar tempat pusat perbelanjaan yang memiliki varian barang yang lengkap. Ini akan memudahkan kita mencari barang yang diinginkan pembeli.

Setelah itu, garaplah medsos dengan baik. Kuncinya adalah jeli membidik segmen pasar. dan memilih medsos yang tepat. Misal, jika menyasar segmen usia muda dan produktif, Instagram lebih cocok. Sedangkan jika pasarnya lebih luas, maka Facebook bisa jadi pilihan.

Jangan lupa kelola medsos Anda dengan baik. Selain rajin memfoto dan memposting gambar produk, perbanyak artikel terkait barang yang dipromosikan. “Tujuannya agar konsumen lebih tertarik dan mendapatkan tambahan wawasan,” ujar Tya.

Faktor penting lainnya, tandas Ika, adalah menjaga kepercayaan konsumen. Usaha ini intinya adalah layanan jasa sehingga hal paling penting adalah  kepercayaan.

Untuk itu, kata Ika, sampaikan informasi sejujurnya terkait produk. “Misal, ada produk yang kemasannya rusak, maka sampaikan ke konsumen. Biar konsumen yang memilih, mau ambil atau tidak,” ujarnya.

Untuk modal, tidak ada patokan khusus. Yang jelas keperluannya adalah untuk dana talangan pembelian produk.

Ika misalnya, memulai bisnis jastip dengan modal awalnya sekitar Rp 5 juta. Bahkan, jika bisa meyakinkan konsumen untuk mentransfer uang terlebih dahulu, kita tidak perlu menyiapkan uang sepeserpun.

Kebutuhan operasional seperti pembelian barang biasanya dengan menggunakan mobil pribadi. Jika belum meliki mobil sendiri, kita bisa menggunakan jasa sewa mobil.

Untuk pengiriman barang ke konsumen, kita mencari jasa ekspedisi yang memberikan potongan harga menarik. Ika dan Tya, misalnya sama-sama menggunakan Shopee.

Bagaimana dengan marketing, apakah perlu iklan berbayar? Menurut Ika, sebenarnya cukup dengan rajin posting di Instagram. Tapi, jika permintaan mulai banyak, mungkin baru diperlukan karyawan.

Ika saat ini sudah punya satu karyawan yang membantunya packing barang. Sedangkan untuk belanja barang, saran Ika, memang harus pemilik usaha yang langsung turun tangan. “Kita langsung yang harus memastikan kualitas barangnya,” tegasnya.

Untuk memaksimalkan keuntungan, ada beragam cara yang bisa ditempuh. Ika misalnya, bisa mendapatkan harga murah dan diskon karena bekerjasama dengan beauty advisor (BA) The Body Shop. Ketika ada promo khusus pun, Ika akan diinformasikan terlebih dahulu.

Begitu juga dengan Tya yang menjalin kerjasama dengan Ace Hardware dan Informa. Dengan begitu, dia bisa mendapatkan harga yang lebih miring.

Pemain jastip juga kudu rajin menjambangi berbagai pameran. Selain untuk mengetahui perkembangan inovasi produk, biasanya di ajang pameran kita juga bisa mendapatkan harga yang lebih murah.

Satu lagi, di era digital ini kolaborasi juga menjadi kunci. Sesama pelaku jastip biasanya menjalin kerjasama. Seperti Tya dan Ika yang membangun jejaring dengan jastip lain.

Dengan cara ini, ketika tak memiliki barang yang dipesan pembeli, mereka bisa memasoknya dari rekan jastip yang lain. Tentu, fee harus dibagi-bagi sehingga keuntungan tidak terlalu besar. “Tapi tak apa, yang penting konsumen bahagia,” ujar Tya.

Bagaimana, Anda tertarik belanja di mal, eksis di medsos, sembari memetik untung?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan