Jatuh bangun Agus Gusno besarkan Pasar Jongkok Otomotif



KONTAN.CO.ID - Pengalaman bertahun-tahun menggeluti pekerjaan di sebuah bidang sering kali jadi pilihan yang mau berbisnis untuk membuka usaha di sektor yang sama. Ambil Contoh, Agus Gusno, pendiri Gusno Production sekaligus Pasar Jongkok Otomotif (Parjo).

Berbekal modal pengalaman bekerja di bagian Promosi Gramedia Majalah selama hampir sebelas tahun, pria kelahiran 8 Agustus 1974 ini memutuskan membangun bisnis penyelenggara acara alias event organizer (EO) pada 2011 lalu. Ia pun mengundurkan diri dari pekerjaannya demi fokus merintis usaha yang kini beromzet miliaran rupiah per tahun itu.

Dan, menjadi pengusaha memang memang cita-cita Agus sejak lama. “Sudah saatnya, ketika itu, saya mandiri, dalam artian tidak lagi bekerja sama orang lain,” jelasnya yang sempat bisnis tanaman dan kuliner sambil bekerja tapi gagal.


Walau berbisnis di bidang yang sebelumnya bertahun-tahun ia geluti, Agus mengungkapkan, saat melakoni usaha itu ternyata tak seindah dan semudah yang dibayangkan. “Jadi asumsinya waktu itu, di pekerjaan yang dulu saya banyak mengurusi event dan klien. Jadi, kalau saya buka usaha EO, kan, mudah, tinggal bilang saja ke klien-klien yang dulu,” ujar mantan Promotion Manager Gramedia Majalah ini.

Lantaran usaha baru berdiri, ia menuturkan, para klien itu meragukan infrastruktur Gusno Production. Tambah lagi, mereka makin sangsi setelah melihat kantor EO yang hanya berukuran 2 meter x 6 meter, yang Agus sewa dari seorang teman.

Alhasil, selama enam bulan pertama usahanya berjalan, dia hanya mendapatkan satu proyek kecil. Itu pun cuma menjadi subkontraktor saja. “Keuangan sudah mulai mengkhawatirkan ketika itu,” ungkap Agus.

Maklum, untuk modal usaha, ia mengandalkan uang pesangon. Sayang, dia menolak menyebutkan angkanya.

Sejatinya, duit itu bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga untuk satu setengah tahun. Tapi ternyata, dengan bisnis yang enggak mendapat proyek bagus, uang pesangon itu menipis, hanya dalam enam bulan.

Cuma, Agus mengatakan, ada pepatah yang bilang: the power of kepepet. Biasanya, orang kalau sudah kepepet atau menghadapi situasi mendesak akan muncul ide gila.

Kala itu, ia ingin membuat sebuah acara bertema otomotif yang namanya mudah diingat, Indonesia banget. “Dan kalau kami bawa ke luar negeri, maka namanya menjadi benar-benar ciri khas Indonesia,” kata Agus.

Ketemulah nama Parjo. Dia mencomot nama itu dari sebuah kantin legenda bagi para sales promotion girl (SPG) dan pekerja pameran di dekat Jakarta Convention Centre (JCC). Namanya: Warung Bu Parjo.

Setelah itu, baru ia mencari-cari kepanjangan dari Parjo untuk event otomotifnya kelak. Hasilnya, Parjo merupakan kependekan dari Pasar Jongkok Otomotif. “Konsepnya sederhana, hanya jual beli mobil seken, retro klasik,” imbuhnya yang pernah bekerja sebagai kurir merangkap office boy (OB) setelah lulus kuliah tahun 1998.

Meski begitu, modal jadi kendala untuk mewujudkan Parjo jadi kenyataan. Satu-satunya karyawan yang juga merupakan mitra kerjanya juga mempertanyakan modal kerja.

Sebab, membuat event membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sebagian mesti keluar di awal, misalnya, untuk membayar sewa tempat dan produksi. “Saya bilang, bagaimana kalau bikin konsep dulu saja, lalu kita jual ke yang lain,” ujar Agus.

Rugi berulang kali

Agus pun mulai menawarkan konsep Parjo ke sejumlah pihak. Salah satunya adalah Berniaga.com yang sejak 2015 bergabung dengan OLX. Kebetulan, situs jual beli itu memang ingin punya event jual beli mobil yang anak otomotif banget.

Alhasil, begitu dia menawarkan konsep Parjo, Berniaga.com langsung menangkap dan mengeksekusinya. Parjo perdana berlangsung pada April 2012 selama satu hari, dengan 20 peserta dan 130-an mobil seken. “Event pertama kami disponsorin, dibayarin semua sama Berniaga.com,” ungkapnya.

Ini sekaligus jadi poin penting awal Parjo untuk eksis di tahun-tahun berikutnya sekaligus bawa berkah buat Gusno Production. Setelah Parjo, Agus dapat dua proyek meski masih sebagai subkontraktor.

Di 2013, ia kembali menawarkan Parjo ke Berniaga.com. Namun, mereka menolak lantaran sedang dalam proses akuisisi dengan OLX. Akhirnya, Agus nekat melanjutkan Parjo dengan biaya sendiri.

Apalagi, dia berkeinginan menjadikan Parjo sebagai sebuah merek dan membesarkannya. Harapannya, Parjo menaungi komunitas kreatif di bidang otomotif apapun serta turunannya. “Parjo harus jadi rumahnya, bahkan kalau bisa dikenal di luar negeri,” kata pemilik gelar Sarjana Teknik Sipil dari Universitas Jayabaya ini.

Parjo kedua pun terselenggara di 2013. Tetapi, Agus merugi. Modal yang balik dari acara yang berlangsung dua hari itu hanya 60% dari total biaya yang ia keluarkan.

Sekalipun, jumlah peserta saat itu mencapai 80 stan. Bahkan, pengunjungnya menembus angka 10.000 orang. Tapi, tetap tidak menutup semua biaya produksi.

Toh, Agus tak kapok. Dia tetap menggelar Parjo ketiga pada 2014. Salah satu pertimbangannya, hasil riset kecil-kecilan yang ia adakan bersama sang istri. Riset itu menyebutkan, para pengunjung senang dan ingin Parjo jadi event tahunan. “Kami juga menerima masukan dan perubahan untuk event berikutnya,” ucap dia.

Sebetulnya, keuangannya babak belur ketika itu. Ia pun mencoba peruntungan dengan membuat wahana rumah hantu. Ia berharap, hasilnya bisa buat modal menggelar Parjo ketiga. Walau untuk membikin wahana rumah hantu, Agus terpaksa menjual dua mobilnya.

Ternyata, wahana rumah hantu gagal menyedot pengunjung dan dia pun merugi. Karena ada dukungan istri dan keyakinan bahwa Parjo ketiga ditunggu-tunggu pecinta otomotif, ia nekat mengadakan acara itu. Ia harus menggadaikan rumah buat modal Parjo ketiga.

Apa lacur, Agus buntung lagi, meski angka kerugiannya tidak sebesar Parjo kedua. Setelah itu, hidup keluarganya ditopang gaji sang istri. “Ini yang sering saya bilang ke teman-teman saat mau buka usaha, satu orang yang harus diajak ngobrol mendalam adalah istri. Ketika usaha habis, hancur, enggak punya apa-apa, maka istri harus mengerti,” ungkap dia.

Akhirnya untung juga

Hanya, kegagalan demi kegagalan tak menghentikan langkah Agus untuk kembali menggelar Parjo. Hanya, ia mengubah konsep: Parjo bukan cuma sekadar tempat jual beli produk otomotif, juga sebagai ajang kumpul anak muda dan komunitas kreatif otomotif.

Dia pun mengadakan Parjo keempat di 2015 dengan mengombinasikan event otomotif dengan gaya hidup atawa lifestyle. Di acara itu ada kontes jeans, lalu pameran barbershop, pomade, serta sneakers.

Pada 2016, Agus ekspansi, dengan menggelar Parjo di Bandung dan Jogjakarta. Tujuannya, supaya brand Parjo semakin kuat. Ia menyusun konsep baru, bagaimana anak muda bisa terinspirasi punya usaha dengan didasari hobi otomotif mereka.

Misalnya, yang hobi touring motor bisa punya usaha sablon cukil dan desain pelat. “Ini kami datangkan semua ke Parjo untuk pameran industri kreatif,” bebernya.

Dengan konsep anyar, penyelenggaraan Parjo di 2017 mendulang sukses besar. Pengisi stan hampir 300 peserta dan pengunjung mencapai 25.000 orang. Tentu, Agus tidak lagi menderita kerugian.

Bahkan, PT HM Sampoerna Tbk pemilik brand U Mild Unity Pitstop pun menggandeng Agus untuk mengadakan Parjo di Padang, Pekanbaru, Jambi, Samarinda, dan Manado. “Kami diajak mereka karena punya semangat sama untuk membawa inspirasi industri kreatif anak muda hingga ke daerah-daerah,” ujarnya. Tahun ini, U Mild Unity Pitstop Parjo ada di 11 titik di Jabodetabek dan empat kota lain seperti Padang.

Sebelum dengan U Mild Unity Pitstop, Agus berkongsi sama Bukalapak sejak 2016 untuk penjualan tiket masuk Parjo secara daring. Tahun ini, ia bekerjasama dengan Shopee membuat acara bertajuk Shopee Parjo Red Carpet di Pekan Raya Indonesia 2018 yang berakhir 7 Oktober lalu.

Ke depan, Agus berencana menjadikan situs Parjo.id yang lahir tahun lalu menjadi semacam e-commerce untuk otomotif. Komunitas atau pelaku usaha yang bergabung di event Parjo bisa bergabung, dengan membuka lapak di laman itu.

Website tersebut juga bakal menampilkan berita-berita seputar otomotif. “Intinya, kami ingin bawa mereka semua yang ada di Parjo bukan cuma di dunia nyata saja, tapi juga ke dunia digital,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan