Jatuh tempo utang multifinance terbesar



JAKARTA. Tahun ini, perusahaan sektor finansial bakal makin rajin menerbitkan obligasi. Maklum saja, tahun ini utang jatuh tempo dari sektor finansial terbilang tinggi.

Berdasarkan data Danareksa Sekuritas, total obligasi korporasi yang akan jatuh tempo tahun ini mencapai Rp 26,381 triliun. Dari jumlah itu, jatuh tempo terbesar berasal dari sektor finansial, yakni sebesar Rp 11,385 triliun atau mengambil porsi 43%.

Menilik data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), perusahaan multifinance mendominasi utang jatuh tempo tahu ini. PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) akan menghadapi utang obligasi jatuh tempo terbesar senilai Rp 2,51 triliun, menyusul PT Federal International Finance senilai Rp 1,88 triliun, dan PT Astra Sedaya Finance Rp 1,75 triliun.


Lalu, PT BCA Finance dan PT Surya Artha Nusantara Finance masing-masing menghadapi obligasi jatuh tempo senilai Rp 980 miliar dan Rp 654 miliar. PT Sarana Multigriya Finansial juga harus membayar Rp 392 miliar obligasi jatuh tempo tahun ini.

Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Raharjo Adisusanto mengatakan, pihaknya akan menerbitkan obligasi berkelanjutan II (PUB II) tahap kedua tahun ini. Dari total rencana PUB II sebesar Rp 5 triliun, SMF menerbitkan obligasi tahap pertama senilai Rp 750 miliar pada Desember lalu.

Tahun ini, SMF akan menerbitkan obligasi dengan total Rp 2,3 triliun. "Kami akan menerbitkan obligasi minimal Rp 1 triliun kuartal I," ujar dia, kemarin.

Meski perusahaan sejenis beramai-ramai menerbitkan obligasi untuk menggantikan obligasi jatuh tempo, SMF yakin obligasinya tetap akan terserap oleh pasar. Kayakinan itu mengacu pada kondisi kelebihan permintaan setiap SMF menerbitkan obligasi.

Untuk penerbitan obligasinya kali ini, Raharjo belum menetapkan kisaran kupon karena masih dalam persiapan. Namun, dari jumlah serinya, ada kemungkinan SMF akan menerbitkan surat utang dalam tiga seri, yaitu tenor 3 tahun, 5 tahun dan 7 tahun.

Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas, Yudistira Slamet menilai, penerbitan obligasi sektor finansial masih marak. Perusahaan finansial akan menerbitkan obligasi dengan tenor pendek, yakni antara 1 tahun-3 tahun. Menurutnya, durasi pendek lebih menarik bagi investor. Selama peringkat perusahaan terbilang baik, penerbitan obligasi akan laris di pasar.

Kupon tinggi

Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Sekuritas bilang, prospek obligasi korporasi terutama dari multifinance tahun ini tidak terlalu bagus. Menilik sektornya, sebenarnya perusahaan-perusahaan multifinance sedang mendapat sorotan terkait lantaran Bank Indonesia (BI) dan pemerintah berusaha mengerem laju penyaluran kredit untuk kendaraan bermotor, khususnya motor.

Selain itu, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) juga bisa menjadi faktor yang menghambat sektor multifinance. Kenaikan UMP berpotensi mempertinggi pemutusan hubungan kerja.

Seorang pegawai yang terancam PHK bisa jadi tidak makan mampu memenuhi kewajiban pembayaran kredit. "Tahun ini sektor multifinance kemungkinan banyak mendapat tekanan, setidaknya di kuartal 1," kata Lana.

Penyesuaian baru akan terjadi di kuartal kedua. Jadi, kata Lana, terlalu dini memprediksi pertumbuhan obligasi perusahaan pembiayaan.Menurut Lana, perusahaan penerbit harus memberi kupon yang tinggi agar calon investor tertarik. Tingkat kupon yang rasional untuk perusahaan peringkat AAA-, misalnya, adalah antara 8,6% - 10%.

"Selama kuartal I, perusahaan sebaiknya melihat perkembangan situasi ekonomi dan politik di Indonesia. Hal-hal terkait dengan kebijakan tentunya harus dicermati secara mendalam sebelum memutuskan menerbitkan obligasi," ujar Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati