JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai lonjakan harga saham PT Dyviacom Intrabumi Tbk (DNET) di pasar negosiasi takkan berpengaruh pada harga sahamnya di pasar primer. DNET telah menanjak hingga Rp 17.000 per saham di pasar negosiasi ketika sahamnya masih disuspensi di pasar primer sampai hari ini.Meski begitu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI Hoesen bilang, BEI tetap mendalami aksi korporasi penambahan saham baru (rights issue) DNET. Khususnya beberapa hal yang terkait dengan fundamental emiten sektor teknologi informasi tersebut."Transaksi yang terjadi di pasar negosiasi tersebut atas negosiasi dari kedua belah pihak, investor memang sedang bertransaksi," ujar Direktur Utama BEI Ito Warsito, dalam kesempatan yang sama di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (17/5).BEI sudah menyetop perdagangan sementara (suspensi) saham DNET di pasar reguler dan tunai sejak 22 April lalu. Saat itu harga saham DNET di level Rp 580 per saham, melonjak 141,67% dari harganya di 19 April 2013.Masyarakat Investor Sekuritas Seluruh Indonesia (MISSI) telah meminta BEI untuk menjelaskan perdagangan saham tak wajar saham DNET di pasar negosiasi. Ketua MISSI Sanusi mempertanyakan kenapa BEI membiarkan transaksi yang terjadi di pasar negosiasi hingga harganya naik secara tak wajar. Ia curiga bahwa transaksi yang terjadi di pasar negosiasi hanya dilakukan oleh beberapa investor.Menurut Sanusi, ketika BEI hanya membuka perdagangan saham DNET di pasar reguler dan tunai tanpa menghentikan perdagangan sahamnya di pasar negosiasi, artinya otoritas bursa membiarkan saham DNET hanya ditransaksikan oleh sebagian investor. Sebba, tak semua investor bisa bertransaksi di pasar negosiasi.Catatan saja, saham DNET di pasar negosiasi kemarin melemah 2,85% atau Rp 500 dari harga sehari sebelumnya di Rp 17.500 per saham. Tercatat Rp 1,54 miliar transaksi saham DNET dengan volume 188 lot saham dan frekuensi 21 kali transaksi.Kapitalisasi pasar saham DNET sebesar Rp 3,12 triliun, atau meningkat dibandingkan saat suspensi terjadi yang baru 106,72 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jawaban BEI atas lonjakan DNET di pasar negosiasi
JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai lonjakan harga saham PT Dyviacom Intrabumi Tbk (DNET) di pasar negosiasi takkan berpengaruh pada harga sahamnya di pasar primer. DNET telah menanjak hingga Rp 17.000 per saham di pasar negosiasi ketika sahamnya masih disuspensi di pasar primer sampai hari ini.Meski begitu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI Hoesen bilang, BEI tetap mendalami aksi korporasi penambahan saham baru (rights issue) DNET. Khususnya beberapa hal yang terkait dengan fundamental emiten sektor teknologi informasi tersebut."Transaksi yang terjadi di pasar negosiasi tersebut atas negosiasi dari kedua belah pihak, investor memang sedang bertransaksi," ujar Direktur Utama BEI Ito Warsito, dalam kesempatan yang sama di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (17/5).BEI sudah menyetop perdagangan sementara (suspensi) saham DNET di pasar reguler dan tunai sejak 22 April lalu. Saat itu harga saham DNET di level Rp 580 per saham, melonjak 141,67% dari harganya di 19 April 2013.Masyarakat Investor Sekuritas Seluruh Indonesia (MISSI) telah meminta BEI untuk menjelaskan perdagangan saham tak wajar saham DNET di pasar negosiasi. Ketua MISSI Sanusi mempertanyakan kenapa BEI membiarkan transaksi yang terjadi di pasar negosiasi hingga harganya naik secara tak wajar. Ia curiga bahwa transaksi yang terjadi di pasar negosiasi hanya dilakukan oleh beberapa investor.Menurut Sanusi, ketika BEI hanya membuka perdagangan saham DNET di pasar reguler dan tunai tanpa menghentikan perdagangan sahamnya di pasar negosiasi, artinya otoritas bursa membiarkan saham DNET hanya ditransaksikan oleh sebagian investor. Sebba, tak semua investor bisa bertransaksi di pasar negosiasi.Catatan saja, saham DNET di pasar negosiasi kemarin melemah 2,85% atau Rp 500 dari harga sehari sebelumnya di Rp 17.500 per saham. Tercatat Rp 1,54 miliar transaksi saham DNET dengan volume 188 lot saham dan frekuensi 21 kali transaksi.Kapitalisasi pasar saham DNET sebesar Rp 3,12 triliun, atau meningkat dibandingkan saat suspensi terjadi yang baru 106,72 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News