KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Jaya Agra Wattie Tbk masih melihat 2019 sebagai tahun yang menantang untuk komoditas kelapa sawit khususnya dalam bisnis Crude Palm Oil (CPO). Kendati demikian, emiten perkebunan berkode JAWA itu membidik kinerja yang lebih positif dibandingkan tahun lalu. Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan JAWA Harli Wijayadi mengatakan, strategi yang akan digelar JAWA adalah dengan melakukan efisiensi dalam biaya operasional, serta meningkatkan produksi pada dua komoditas andalan, yakni karet dan produk kelapa sawit. "Produktivitas juga kita naikan, dengan itu
cost bisa lebih rendah. Jadi kita tingkatkan produksi dan efisiensi pengeluaran," kata Harli kepada Kontan.co.id, Jum'at (21/6).
Harli menerangkan, pada tahun ini JAWA menargetkan bisa memproduksi 21.209 ton karet, atau naik 30,39% dari realisasi tahun lalu yang mencapai 14.762 ton. Untuk Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, target produksi JAWA tahun ini mencapai 426.000 ton. Jumlah itu naik 35,47% dibandingkan realisasi produksi TBS tahun 2018 yang berada di angka 274.877 ton. Pada komoditas CPO, target produksi JAWA tahun ini dipatok 91.731 ton atau naik 35,4% dari realisasi tahun lalu yang mencapai 59.251 ton. Kenaikan juga terjadi pada komoditas kernel yang pada tahun ini ditargetkan bisa memproduksi 16.317 ton atau naik 34,77% dari produksi kernel JAWA tahun 2018 yang sebesar 10.643 ton. Harli menjelaskan, porsi penjualan komoditas karet dan kelapa sawit pada tahun ini tidak akan bergeser jauh dari tahun lalu. Pada tahun 2018, sambungnya, komposisi penjualan dari CPO dan Kernel sebesar Rp 442 miliar, dari karet Rp 300 miliar dan komoditas lainnya sebesar Rp 4 miliar. "Tahun lalu 59% dari CP0, 40% dari karet. Tahun ini mungkin sama, tapi kita harapkan CPO akan meningkat," ujarnya. Dengan porsi CPO yang masih dominan, Harli mengungkapkan bahwa JAWA berharap ada kenaikan harga CPO pada tahun ini. "Harapan kita harga CPO di 2019 dapat bangkit kembali setelah dari petengahan 2018 sampai sekarang masih turun," ungkapnya. Harli menerangkan, kebijakan biodiesel dari B20, B30 hingga B100 diharapkan bisa menggairahkan industri kelapa sawit dan CPO dalam negeri seiring dengan serapan pasar yang lebih tinggi. Apalagi, seluruh penjualan CPO milik JAWA ditunjukan untuk pasar domestik. "Kita harapkan (kebijakan B20, B30 dan B100) bisa membuat harga terdongkrak dan industri lebih bergairah, karena serapan domestik jadi tedorong" terang Harli. Lebih lanjut, Harli mengatakan bahwa optimisme JAWA juga terdongkrak oleh harga karet yang merangkak naik. Harli bilang, harga karet sudah bergerak naik dari kisaran Rp 19.000- Rp 20.000 per kilogram (Kg) pada tahun lalu menjadi Rp 21.000-Rp 22.000 per Kg. "Kita terbantu oleh harga karet yang naik signifikan, jadi bisa saling mengisi. Kita berharap kenaikannya tidak sesaat," terangnya. Menurut Harli, penjualan karet JAWA juga menyasar pasar lokal. Saat ini, industri ban menjadi penyerap terbesar dengan kisaran 90%, sementara sisanya diserap oleh industri lain, khususnya sol sepatu. Sebagai informasi, pada tahun lalu JAWA masih mencatatkan rugi bersih yang bisa diatribusikan kepada pemilik perusahaan sebesar Rp 298 miliar, naik dari rugi bersih di tahun sebelumnya yang berada di angka Rp 206 miliar. Harli menjelaskan, JAWA masih mencatatkan kerugian meski kinerja penjualan mengalami peningkatan. Hal itu diakibatkan peningkatan beban bunga pinjaman bank serta penurunan harga jual rata-rata karet dan CPO yang terjadi pada tahun lalu. Harli memprediksi, kenaikan kinerja keuangan pada tahun ini tidak akan terjadi dengan signifikan. Menurutnya, peningkatan kinerja itu baru akan terasa pada dua tahun ke depan.
Hal itu sesuai dengan rencana kerja perusahaan berupa revitalisasi yang dilakukan pada infrastruktur perkebunan dan fasilitas pengolahan. "Rencana kerja itu kan dua tahun ke depan, jadi mungkin 2020-2021 baru terasa, karena saat ini masih tahap perbaikan," terangnya. Guna menunjang rencana kerja tersebut, pada tahun ini JAWA mengalokasikan belanja modal atau
capital expenditure sebesar Rp 86,7 miliar. Sebanyak Rp 81 miliar diperuntukan untuk rehabilitasi tanaman, irigasi, jalan dan jembatan. Sementara Rp 5,7 miliar untuk kebutuhan investasi lainnya. Harli mengatakan, anggaran Capex tahun ini diperoleh dana pendanaan campuran, meski porsi terbesar masih berasal dari pinjaman bank. Hingga kini, Harli menyebut bahwa pihaknya sudah menyerap sekitar Rp 10 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini