KONTAN.CO.ID - Dalam dunia investasi yang dipenuhi dengan data real-time, grafik kompleks, dan model valuasi yang rumit, banyak investor sering terjebak dalam upaya mengejar presisi angka yang sempurna. Namun, tokoh investasi ternama dunia, Warren Buffett, memiliki pandangan yang berbeda dalam menanggapi kompleksitas pasar modal tersebut. CEO Berkshire Hathaway ini menekankan sebuah prinsip yang mendasar namun sering diabaikan oleh pelaku pasar:
Bahaya Jebakan Presisi dalam Valuasi
Investor modern saat ini memiliki akses yang hampir tidak terbatas terhadap data keuangan. Rasio valuasi kini dihitung hingga tiga angka di belakang koma, dan model kecerdasan buatan (AI) mampu memproyeksikan arus kas masa depan dengan sangat mendetail. Mengutip Investopedia, Buffett menilai bahwa investor sering kali mengalami kesulitan karena mereka lebih mengutamakan ketepatan matematis dibandingkan pertimbangan akal sehat yang matang. Ada kecenderungan di mana para pelaku pasar merasa lebih aman ketika melihat angka-angka yang sangat spesifik dalam spreadsheet mereka. Namun, Buffett memperingatkan bahwa angka yang dijumlahkan secara sempurna tetap bisa menjerumuskan investor jika didasarkan pada asumsi yang keliru. Melansir sumber yang sama, terdapat beberapa cara umum yang membuat investor berakhir menjadi "salah secara presisi", di antaranya:- Optimalisasi spreadsheet yang berlebihan: Mengubah asumsi tingkat pertumbuhan atau diskonto sebesar 0,1 persen saja dapat mengubah status saham dari "layak beli" menjadi "layak jual", yang membuktikan bahwa presisi tersebut sering kali hanyalah ilusi.
- Obsesi pada formula: Model seperti Discounted Cash Flow (DCF) memang berguna, namun tetap merupakan sebuah estimasi. Jika data yang dimasukkan tidak akurat, maka hasilnya pun tidak akan relevan.
- Fokus pada laba jangka pendek: Berusaha memprediksi laba kuartal berikutnya hingga satuan terkecil sering kali tidak lebih penting daripada memahami apakah bisnis tersebut akan tetap kuat dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun ke depan.
Menerapkan Strategi 'Approximately Right'
Prinsip Buffett ini bukan berarti menyarankan investor untuk mengabaikan analisis sama sekali. Sebaliknya, pendekatan ini menitikberatkan pada pencarian situasi di mana investor tidak perlu memetakan setiap detail kecil hanya untuk mencapai titik impas. Berdasarkan informasi yang dilansir oleh Investopedia, Buffett lebih menyukai bisnis yang sangat sederhana sehingga orang awam pun dapat menjalankannya. Hal ini merupakan bentuk nyata dari pemikiran "approximately right", yakni mencari peluang investasi yang memiliki fundamental kuat dan margin keamanan yang lebar. Untuk menerapkan pendekatan ini ke dalam portofolio pribadi, investor dapat mengikuti beberapa langkah praktis sebagai berikut:- Memahami Lingkaran Kompetensi: Berinvestasi hanya pada industri dan bisnis yang benar-benar dipahami. Jika seorang investor tidak dapat menjelaskan bagaimana sebuah perusahaan menghasilkan keuntungan, maka ia sedang berspekulasi, bukan berinvestasi.
- Berpikir dalam Rentang Nilai: Daripada terpaku pada satu angka "nilai intrinsik" yang kaku, sebaiknya gunakan kategori seperti murah, wajar, atau mahal. Hal ini memberikan ruang bagi kesalahan estimasi.
- Mencari Parit Pertahanan (Moat) yang Kuat: Fokus pada perusahaan yang memiliki arus kas yang dapat diprediksi dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dibandingkan mengikuti tren sesaat.
- Menyederhanakan Tesis Investasi: Alasan untuk memiliki sebuah saham seharusnya dapat dijelaskan dalam beberapa kalimat sederhana. Tesis yang membutuhkan model Excel yang sangat rumit cenderung lebih rapuh terhadap perubahan kondisi pasar.
- Mengelola Risiko di Tengah Ketidakpastian: Mengakui bahwa informasi tidak akan pernah sempurna, sehingga penting untuk mengatur ukuran posisi (position sizing) dan melakukan diversifikasi secara cerdas.