JAKARTA. Ada saja hikmah yang bisa diambil dari sebuah peristiwa. Seperti yang dialami Jumali Wahyono Perwito alias Jiwo. Semula, hanya berniat menyepi lantaran bisnisnya jeblok, pengusaha mebel asal Solo ini justru berhasil mengubah lahan gersang di Desa Pogog, Wonogiri jadi kebun buah.Kisahnya, berawal ketika pada 2007, ia mencari tempat untuk menenangkan diri, setelah ekspor mebelnya terhempas krisis Eropa. Pilihannya jatuh pada Desa Pogog, karena ia pernah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sana.Selama menyepi di sana, ia justru mendengar banyak keluhan dari warga. Banyak warga yang terpaksa kembali dari perantauan, karena terkena PHK. "Di sisi lain, saya lihat kehidupan warga terhimpit kemiskinan, karena kondisi lahan gersang, sulit untuk bercocok tanam,” tutur lulusan sastra Inggris Universitas Sebelas Maret, Surakarta ini.Akhirnya, ia memutar otak untuk mengubah kemiskinan warga Pogog dengan memanfaatkan lahan tak terpakai. Jiwo belajar otodidak dan dari rekannya ahli pertanian, untuk menjadi "penyuluh pertanian" bagi warga.Mulai 2007, dengan modal yang tersisa, ia mendatangkan 4.000 bibit tanaman pepaya untuk ditanam warga di lahan mereka masing-masing. Bibit itu dibeli dari sentra perkebunan pepaya di Boyolali, Yogyakarta, Magelang dan Blitar. Tak mudah mengajak warga mau berkebun. Namun, perlahan usahanya berhasil. Kini, ada sekitar 51 kepala keluarga yang sudah menuai hasil panen dari kebun pepaya di sana. Berkat keberhasilan itu, warga desa menjulukinya 'Jiwo Pogog' atau 'Jiwo Jebret'.Itu lantaran, Jiwo berprinsip sederhana. “Saya bilang ke warga, tanam saja bibitnya 'jebret.. jebret.. jebret...' yang penting lakukan dulu,” kenang pria kelahiran 47 tahun silam ini.Seiring waktu, ia tak hanya sendirian jadi penyuluh. Ia mendatangkan pula sejumlah ahli pertanian yang ia kenal untuk mengajar cara bercocok tanam kepada warga Pogog. Maklum, ia pun harus mulai membagi waktu untuk kembali mengelola usaha mebel yang kembali bangkit. Selain pepaya, kini warga Pogog juga menanam durian montong. Meskipun, saat ini hasilnya masih terbatas untuk konsumsi pribadi warga. Sementara, sekali panen pepaya, setiap warga bisa mendulang omzet Rp 6 juta. Uang itu mereka putar untuk beli bibit lagi."Saya murni membantu mereka. Bayaran saya cukup melihat warga Desa Pogog senang. Untuk hidup sehari-hari, saya masih gantungkan hidup dari usaha mebel," ujar bapak dua anak ini.Supaya usaha berkebun lebih lancar, Jiwo pun mengajak warga Pogog patungan untuk membangun jalur pipa irigasi pada 2011. Harapannya, tahun depan, Desa Pogog bisa menjadi desa wisata durian. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Jebret, Jiwo sulap lahan gersang jadi kebun buah
JAKARTA. Ada saja hikmah yang bisa diambil dari sebuah peristiwa. Seperti yang dialami Jumali Wahyono Perwito alias Jiwo. Semula, hanya berniat menyepi lantaran bisnisnya jeblok, pengusaha mebel asal Solo ini justru berhasil mengubah lahan gersang di Desa Pogog, Wonogiri jadi kebun buah.Kisahnya, berawal ketika pada 2007, ia mencari tempat untuk menenangkan diri, setelah ekspor mebelnya terhempas krisis Eropa. Pilihannya jatuh pada Desa Pogog, karena ia pernah mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sana.Selama menyepi di sana, ia justru mendengar banyak keluhan dari warga. Banyak warga yang terpaksa kembali dari perantauan, karena terkena PHK. "Di sisi lain, saya lihat kehidupan warga terhimpit kemiskinan, karena kondisi lahan gersang, sulit untuk bercocok tanam,” tutur lulusan sastra Inggris Universitas Sebelas Maret, Surakarta ini.Akhirnya, ia memutar otak untuk mengubah kemiskinan warga Pogog dengan memanfaatkan lahan tak terpakai. Jiwo belajar otodidak dan dari rekannya ahli pertanian, untuk menjadi "penyuluh pertanian" bagi warga.Mulai 2007, dengan modal yang tersisa, ia mendatangkan 4.000 bibit tanaman pepaya untuk ditanam warga di lahan mereka masing-masing. Bibit itu dibeli dari sentra perkebunan pepaya di Boyolali, Yogyakarta, Magelang dan Blitar. Tak mudah mengajak warga mau berkebun. Namun, perlahan usahanya berhasil. Kini, ada sekitar 51 kepala keluarga yang sudah menuai hasil panen dari kebun pepaya di sana. Berkat keberhasilan itu, warga desa menjulukinya 'Jiwo Pogog' atau 'Jiwo Jebret'.Itu lantaran, Jiwo berprinsip sederhana. “Saya bilang ke warga, tanam saja bibitnya 'jebret.. jebret.. jebret...' yang penting lakukan dulu,” kenang pria kelahiran 47 tahun silam ini.Seiring waktu, ia tak hanya sendirian jadi penyuluh. Ia mendatangkan pula sejumlah ahli pertanian yang ia kenal untuk mengajar cara bercocok tanam kepada warga Pogog. Maklum, ia pun harus mulai membagi waktu untuk kembali mengelola usaha mebel yang kembali bangkit. Selain pepaya, kini warga Pogog juga menanam durian montong. Meskipun, saat ini hasilnya masih terbatas untuk konsumsi pribadi warga. Sementara, sekali panen pepaya, setiap warga bisa mendulang omzet Rp 6 juta. Uang itu mereka putar untuk beli bibit lagi."Saya murni membantu mereka. Bayaran saya cukup melihat warga Desa Pogog senang. Untuk hidup sehari-hari, saya masih gantungkan hidup dari usaha mebel," ujar bapak dua anak ini.Supaya usaha berkebun lebih lancar, Jiwo pun mengajak warga Pogog patungan untuk membangun jalur pipa irigasi pada 2011. Harapannya, tahun depan, Desa Pogog bisa menjadi desa wisata durian. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News