Jejak roller coaster saham RIMO



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga saham PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) belakangan ini bikin sakit kepala. Namun, sejatinya pergerakan saham RIMO yang bagai roller coaster ini tidak hanya terjadi sekali. Sudah beberapa kali investor terutama ritel dibikin pusing oleh saham RIMO.

Saham RIMO sudah tercecer di zona saham gocap setidaknya selama dua tahun berturut-turut, selama periode 2012-2013. Kondisi ini seiring dengan bisnis inti perusahaan, yakni yang bergerak di sektor ritel meredup.

Baru pada Maret 2014, saham RIMO beranjak keluar dari zona tersebut. Untuk pertama kalinya, saham RIMO menyentuh level sekitar Rp 69 per saham. Level itu terus bertahan sejak Maret 2014 hingga mendekati akhir September 2014.


Baru pada 30 September 2014, ada pihak yang mengerek naik saham RIMO. Kenaikannya mencapai 175% menjadi Rp 190 per saham dari sebelumnya Rp 69 per saham. Level harga ini terus bertahan setidaknya selama sebulan.

Pada saat itu, isu aksi korporasi RIMO terkait backdoor listing merebak. Isu ini muncul setelah pada Mei 2014, RIMO mengumumkan modal dasar akan ditambah dari Rp 240 miliar menjadi Rp 5 triliun.

Isu itu mereda. Akibatnya, harga saham RIMO kembali terjun bebas pada akhir Oktober 2014. Harga saham RIMO pada periode tersebut kembali ke level Rp 69 per saham.

Level harga Rp 69 per saham terus bertahan hingga pertengahan tahun 2015. Saham RIMO kembali dikerek setidaknya dalam waktu satu bulan. Harga yang tadinya Rp 69 per saham kembali ke level Rp 190 per saham. Bukan RIMO namanya kalau pergerakannya tanpa isu. Kembali melonjaknya harga saham RIMO saat itu berbarengan dengan rencana RIMO untuk banting setir ke bisnis properti.

Saat itu, RIMO mengakuisisi 99,99% saham Hokindo senilai Rp 6,25 triliun. Untuk mendanai akuisisi tersebut, RIMO menerbitkan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue.

Hajatan ini terbilang jumbo, lantaran perusahaan akan menerbitkan sebanyak 30,6 miliar saham. Harga pelaksanaan rights issue Rp 265 per saham. Artinya, RIMO berpeluang meraup dana sebesar Rp 8,1 triliun. Rencana tersebut kembali kandas setelah sebelumnya tarik ulur antara perusahaan dengan otoritas terus terjadi.

Harga saham Rp 190 per saham tidak bertahan lama, hanya selama empat bulan. Akhir Desember 2015, harga saham RIMO lagi-lagi kembali ke level Rp 69 per saham dan terus bertahan selama satu tahun.

Akhir Januari 2017, saham RIMO kembali bergerak. Pergerakannya terus terjadi hingga menyentuh level tertingginya, Rp 630 per saham pada 30 September lalu. Sama seperti kejadian sebelumnya, pergerakan harga saham ini diikuti dengan sentimen penggalangan dana.

Sebagaimana diketahui, Februari 2017 lalu, RIMO memperoleh pernyataan efektif untuk menggelar rights issue dengan melepas 40,59 miliar saham di harga Rp 101 per saham. Perolehan dana Rp 4,1 triliun itu digunakan untuk mengakuisisi 99,9% saham PT Hokindo Properti Investama.

Namun, seiring dengan dimulainya proses pengalihan saham rights issue tersebut, harga saham RIMO justru kembali anjlok. Awal pekan lalu, saham RIMO masih berada di level Rp 640. Namun hanya dalam satu minggu, saham RIMO terjun bebas hingga 47% ke level Rp 338. Penurunan terus berlanjut hingga pada akhirnya bursa melakukan suspensi atas saham RIMO pada awal pekan ini.

Pasar mengaitkan nama Benny Tjokrosaputro sebagai pihaknya menjadi dalang pergerakan saham RIMO, terutama setelah harga sahamnya kembali terjun pekan lalu. Namun, ia menampik tudingan itu. "Tidak, itu hanya banyak yang menjual saja, bukan saya," ujarnya kepada KONTAN belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini