Jakarta. Warga Bukit Duri, Jakarta Selatan mengajukan gugatan kelompok, atau
class action melawan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berencana menertibkan permukiman tersebut. Gugatan telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016) lalu. Warga yang mengajukan gugatan berasal dari dari RW 10, 11, dan 12 di Bukit Duri. Ketiga RW tersebut rencananya akan ditertibkan akhir Mei 2016. "Selama menjalankan proses program normalisasi ini pemerintah telah melakukan beberapa tindakan melawan hukum, maka warga minta program ini dihentikan," ujar kuasa hukum warga, Vera W. S. Soemarwi di Sanggar Ciliwung, Bukit Duri, Kamis (12/5/2016).
Tindakan melawan hukum tersebut dianggap terjadi karena Pemkot Jakarta Selatan dalam sosialisasinya tidak pernah menyebutkan dan membuktikan jika lahan yang ditempati warga adalah milik Pemprov DKI. "Kami sudah mengungkapkan sejarahnya, bahwa dari jaman Tarumanegara, lalu pemerintahan Belanda, sampai Indonesia, mereka tinggal di sini secara turun temurun," kata Vera. Vera menuturkan, sejak 1902 warga telah mendiami wilayah tersebut. Bahkan, tertulis dalam cerita sejarah Meester Cornelis bahwa warga yang kala itu disebutnya sebagai pribumi asli sudah tinggal di bantaran kali Ciliwung sejak 1685. Warga Bukit Duri menganggap Pemprov DKI Jakarta melanggar hukum dan ingkar janji jika tetap memaksakan penertiban. Vera menyinggung pada 16 Oktober 2012 silam, Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta kala itu berjanji tidak akan menggusur kawasan Bukit Duri. Jokowi saat itu menyatakan ingin menata kawasan Bukit Duri dengan membangun kampung susun manusiawi Bukit Duri (KSM-BD). "Revitalisasi dengan cara dibangun kampung susun manusiawi. Kemudian, jaraknya 5 meter dari kali dan akan dilakukan pelebaran sungai hanya 20 sampai 35 meter," kata Vera. Namun, setelah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menggantikan Jokowi sebagai gubernur, rencana penggusuran kawasan Bukit Duri mencuat. Padahal, Vera meyakini ada ratusan warga di sana yang memiliki sertifikat hak milik tanah dan bangunan. Pemprov DKI Jakarta sebelumnya menertibkan sejumlah permukiman di dekat Bukit Duri seperti Kampung Pulo, untuk membangun trase Kali Ciliwung dari Pintu Air Manggarai hingga Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Bukit Duri menjadi salah satu permukiman di bantaran Kali Ciliwung yang ada dalam normalisasi tersebut. Warga pun tak menolak jika permukiman ditata. Namun warga meminta agar penataan ini tidak merugikan mereka. "Usulan kita sederhana, kalau ganti rugi itu tukar guling lahan. Karena prinsip relokasi itu kondisi kehidupan sesudah direlokasi harus lebih baik daripada sebelumnya. Kalau kualitas hidupnya semakin hancur, yang tadinya punya lahan disuruh menyewa rusunawa di Rawa Bebek, apakah ini memanusiakan warga?" ujar seorang tokoh warga Bukit Duri Romo I Sandyawan Sumardi. (Nibras Nada Nailufar) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto