KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fokus pelaku pasar saat ini bergeser ke pertemuan kebijakan Federal Reserve pada 15-16 Juni 2021. Federal Reserve telah berkomitmen untuk mempertahankan suku bunga mendekati nol dan berjanji tidak akan menaikkan sampai akhir tahun depan. Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, pelaku pasar masih mengkhawatirkan kenaikan inflasi hingga beberapa bulan ke depan. Kembalinya perekonomian ke kondisi pra-pandemi berarti diberlakukannya langkah penarikan stimulus bank sentral. Situasi ini membuat prospek akan terjadinya tapering menjadi lebih konkret, dan berpotensi meningkatkan volatilitas di pasar keuangan global. The Fed diperkirakan akan mengumumkan strategi untuk mengurangi program pembelian obligasi besar-besarannya pada Agustus atau September. Jajak pendapat Reuters memperkirakan the Fed akan mulai memotong pembelian bulanan pada awal tahun depan. "Hal ini mungkin akan menaikkan risiko pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia," kata Hans, Minggu (13/6).
Kenaikan inflasi yang diperkirakan hanya sementara menjadi sentimen positif pasar. Pelaku pasar akan memperhatikan dua data di AS yakni inflasi dan tenaga kerja. Baca Juga: Menguat sepekan, kurs rupiah akan bergerak tipis pada Senin (14/6) Inflasi AS periode Mei 2021 tercatat naik 5% dibandingkan tahun lalu dan menjadi angka tertinggi sejak Agustus 2008. Angka ini lebih tinggi dari ekspektasi kenaikan inflasi di 4,7%. Inflasi April sendiri tercatat di level 4,2%. Laju inflasi AS sebagian besar didorong oleh kategori yang terkait dengan pembukaan kembali aktivitas ekonomi secara lebih luas karena program vaksinasi berhasil mengendalikan pandemi, di antaranya adalah kenaikan harga tiket pesawat dan mobil bekas. Harga mobil dan truk bekas naik lebih dari 7% yang menimbulkan harapan kenaikan inflasi merupakan fenomena sementara. Sepertiga dari kenaikan inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan pada harga mobil dan truk bekas karena ada kendala pasokan. Hal ini berpotensi membuat the Fed tidak cepat merubah kebijakannya.