Jelang Idul Fitri, impor sapi naik 50%



JAKARTA. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi menyatakan impor sapi pada kuartal II 2014 meningkat hampir 50% sebagai antisipasi perayaan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha yang akan jatuh pada Juli dan Oktober mendatang.

Pada kuartal I, pasokan disiapkan sebanyak 130.000 sapi bakalan dan 26.000 sapi potong. "Kuartal II, sapi bakalan mencapai 200.000 ekor dan sapi potong 80.000 ekor," ujarnya di sela Pertemuan Indonesia-Australia Partnership on Food Security in Red Meat and Cattle Sector, Jakarta, Kamis (17/4). Bachrul menjamin pasokan daging pada kuartal II akan terjamin, meski pada kuartal I realisasi atas Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diberikan pada 35 perusahaan untuk mengimpor 130.245 sapi baru mencapai 89%. Sementara untuk sapi siap potong, realisasinya mencapai 64% karena importir lebih selektif atas sapi dari Australia.

Apalagi Indonesia tak bisa mengimpor sapi dari negara lain semisal India karena hanya lima negara  yang telah meraih predikat bebas penyakit mulut dan kuku, yakni Australia, Selandia Baru, Jepang, Indonesia, serta Amerika Serikat. Pada 2014, kebutuhan daging Indonesia mencapai hampir 600.000 ton. Dari angka tersebut, 80% pasokan didapat dari produksi dalam negeri sehingga Indonesia harus mengimpor sapi bakalan dan sapi siap potong sebanyak 750.000 ekor atau setara dengan 120.000 ton daging. Kerjasama pembibitan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertanian Australia memberi dana bantuan pada Indonesia sebesar AUS$ 60 juta dalam rangka kerja sama pembibitan sapi di tanah air. Deputi Promosi dan Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Himawan Hariyoga menyebut kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan Indonesia dan Australia terkait peningkatan hubungan ekonomi kedua negara pada 2013.


"Kemitraan khususnya di bidang daging dan ternak sapi antara Indonesia dan Australia perlu ditingkatkan," ujarnya di Jakarta, Kamis (17/4). Himawan menegaskan dana tersebut bukan untuk proyek, namun untuk peningkatan capacity building. Semisal pengiriman mahasiswa Indonesia di bidang kedokteran hewan dan peternakan untuk belajar di Australia. Tak terbatas pada mahasiswa, dana juga digunakan untuk lulusan perguruan tinggi, wirausahawan, hingga pegawai pemerintah yang berminat menimba ilmu peternakan di Negeri Kangguru. BKPM menyebut sasaran proyek terdekat adalah pembibitan sapi di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumba Tengah. Hingga kini, Himawan belum bisa merinci berapa nilai investasi dan siapa saja yang terlibat karena kedua negara tengah memulai penjajakan. Namun, dipastikan sebelum akhir 2014 sudah ada proyek yang berjalan. "Peternakan tersebut kerja sama investor Australia dan investor swasta lokal," tambahnya singkat. Bachrul menyebut kerja sama akan menguntungkan Australia karena biaya dari tahap pembibitan sapi menuju sapi bakalan lebih murah jika dilakukan di Indonesia, hampir 1/4 dari biaya asal. Sementara bagi Indonesia, pasokan impor bisa diminimalisasi. "Ini juga bisa mendorong swasembada sapi di Indonesia agar tercapai," pungkasnya. Dengan kerja sama tersebut, industri sapi Indonesia diharapkan mampu berkembang pesat. Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, BKPM juga menyasar pasar daging timur tengah. Targetnya, Indonesia mampu melakukan pembibitan sapi dari awal pembibitan hingga menjadi siap potong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan