Jelang Lengser, Jokowi Perpanjangan Operasi Freeport Hingga Cadangan Habis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang akhir jabatannya, Presiden Joko Widodo memberikan warisan dan karpet merah kepada Freeport untuk perpanjangan operasi tambang hingga 2061 atau sampai cadangan habis.

Jokowi resmi memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia sampai dengan ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 1O (sepuluh) tahun dilakukan sebanyak dua kali atau hingga 2061 dari yang sebelumnya akan berakhir 2041.

Perpanjangan IUPK ini termuat melalui payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


PP yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo ini ditetapkan dan berlaku efektif pada 30 Mei 2024. Ketentuan perpanjangan IUPK Freeport termuat pada Pasal 195A dan Pasal 195B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 195 (A)

IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 merupakan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Adapun, penjelasan Pasal 195A yang dimaksud dengan "IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian" mengikuti ketentuan yang tercantum dalam surat keputusan IUPK Operasi Produksi dan termasuk perubahannya.

Baca Juga: Freeport Indonesia Diminta Bangun Smelter di Timika, Ini Alasannya

Pasal 195 (B)

(1) IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 ayat (1) yang merupakan perubahan bentuk dari KK sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat diberikan perpanjangan setelah memenuhi kriteria paling sedikit:

a. memiliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian terintegrasi dalam negeri;

b. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/ atau Pemurnian;

c. sahamnya telah dimiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) oleh peserta Indonesia;

d. telah melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dapat terdilusi sebesar paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total jumlah kepemilikan saham kepada BUMN;

e. mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara; dan

f. memiliki komitmen investasi baru paling sedikit dalam bentuk:

1. kegiatan eksplorasi lanjutan; dan 2. peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian, yang telah disetujui oleh Menteri. 

(2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 1O (sepuluh) tahun.

(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi.

(4) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilengkapi dengan: a. surat permohonan; b. peta dan batas koordinat wilayah; c. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir; d. laporan kegiatan Operasi Produksi sampai dengan permohonan perpanjangan; e. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan; f. RKAB; dan g. neraca sumber daya dan cadangan.

(5) Menteri memberikan persetujuan permohonan perpanjangan izin berdasarkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta terhadap kinerja Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling lambat sebelum berakhirnya izin.

(6) Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan berdasarkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta terhadap kinerja Operasi Produksi.

(7) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan kepada pemegang izin paling lambat sebelum berakhirnya izin dengan disertai alasan penolakan.

Baca Juga: Izin Ekspor Tembaga Freeport dan Amman Diperpanjang hingga Akhir 2024

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai perpanjangan Freeport sampai 2061 atau hingga cadangan habis telah melanggar Undang-Undang Minerba yang menyatakan bahwa perpanjangan maksimal 5 tahun sebelum berakhirnya masa berlaku pertambangan Freeport pada 2041.

"Jika berakhirnya 2041 tetapi sudah diputuskan sekarang mestinya melanggar UU," kata Fahmy kepada Kontan.co.id, Minggu (2/6).

Ia menjelaskan, perpanjangan pertambangan Freeport hingga 2061 dengan imbalan 10% penambahan saham tidak tepat dan kurang menguntungkan bagi Indonesia. Pasalnya, meskipun bertambah 10% menjadi 61% dari yang sebelumnya 51% tidak ada gunanya karena tidak menjadi pengendali operasional, selain hanya penambahan dividen saja. Penentuan arah kebijakan Freeport masih akan dikendalikan oleh pemegang saham kendali yaitu McMoran.

Apalagi, kata Fahmy, Freeport-McMoran selalu minta relaksasi ekspor konsentrat, di mana menghilangkan kesempatan bagi Indonesia untuk menaikkan nilai tambah dari hasil tambang.

"Kalau yang diekspor cuma konsentrat maka rendah, tapi kalau yang diekspor timah, emas, tembaga maka nilai tambahnya akan tinggi. Kalau relaksasi tetap diberikan, maka Indonesia sebenarnya menanggung opportunity cost atau biaya yang harus ditanggung karena kehilangan kesempatan untuk menaikkan nilai tambah," ungkapnya.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai, sebenarnya jauh lebih penting dan berharga jika Indonesia mampu menjadi pengendali dan menjadi pihak yang dapat mengambil keputusan untuk berdaulat atas korporasi ini dan pengelolaan tambang di Papua, daripada memiliki saham mayoritas tetapi tidak bisa menjadi pengendali.

"Jadi Freeport ini "anak BUMN" namun rasanya bukan rasa BUMN dan bukan rasa Indonesia karena masih full rasa asing, sehingga pejabat kita masih betapa sibuk memfasilitasi Freeport dengan perpanjangan dan bahkan harus mengubah PP," kata Bisman kepada Kontan.co.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati