KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan transaksi pasar modal di pekan pertama bulan April 2019 ini mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan transaksi awal Maret 2019. Rata-rata transaksi harian pada tanggal 1 April sampai 5 April 2019 dari sisi frekuensi hanya sebesar 404.521, sedangkan nilai transaksi sebesar Rp 8,69 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan rata-rata transaksi pada tanggal 25 Februari 2019 sampai 1 Maret 2019. Tercatat frekuensi mencapai 441.271 denga nilai transaksi yang tembus Rp 9,77 triliun
Melihat kondisi ini, Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan, pasar memang terlihat sedikit melambat memasuki puncak tahun politik ini. Menurutnya, investor pasti menunggu hasil dari pemilu untuk kepastian politik. Selain itu hari pemilu bertepatan dengan libur panjang yang membuat investor menjadi menahan diri untuk melakukan transaksi. “Faktor kedua dari berita global yang belum ada kepastian seperti nasib dari perang dagang. Indeks kita juga sudah cukup mahal valuasinya. Wajar saja pasar jadi wait and see,” ujar Hans kepada Kontan.co.id, Jumat (5/4). Jika melihat data BEI lebih lanjut, indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat untuk rasio rata-rata price to earning (PER) rasio sudah sebesar 17,4 kali. Menurutnya, ketidakpastian ini membuat pasar menjadi hati-hati dan membuat menahan untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada berita besar yang bisa saja terjadi di saat libur perdagangan. Lebih lanjut menurut Hans, seharusnya pasca pemilu, transaksi pasar modal sudah bisa normal. Terlebih sudah selesainya masa libur panjang dan kebijakan pemerintah yang baru sudah bisa di pantau oleh pelaku pasar “Di kondisi ini bisa dimanfaatkan untuk buy on weakness. Kami lihat sektor konstruksi dan infrastruktur akan menarik. BUMN karya pilihan yang baik,” ujar Hans. Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Chris Apriliony mengatakan, memang investor terlihat lebih wait and see menjelang pemilu, namun bagi investor sebenarnya hal ini tidak perlu terlalu di khawatirkan. “Karena balik lagi saham tentunya lebih akan berpengaruh dari kinerja perusahaan itu sendiri, faktor eksternal seperti pemilu sebenarnya hanya sebagai sentimen jangka pendek saja,” ujar Chris kepada Kontan.co.id.