KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Emas masih belum lepas dari tekanan kuatnya dolar AS (USD) dan terbebani kenaikan imbal hasil obligasi Amerika. Tren bearish diperkirakan tetap mendominasi pasar dalam jangka pendek. Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha melihat, harga emas diperburuk oleh ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga yang bersifat hawkish oleh Federal Reserve (The Fed).
Seperti diketahui, bank sentral AS tersebut akan bertemu pada hari Rabu (18/12). ‘’Investor memperkirakan bank sentral AS akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin, tetapi tetap mengindikasikan sikap kebijakan moneter yang ketat dalam jangka panjang,’’ kata Andy dalam riset Rabu (18/12).
Baca Juga: Simak Proyek yang Bakal Sokong Kinerja Emiten Grup Merdeka Kenaikan penjualan ritel AS pada bulan November, yang mencapai 0,7% dibandingkan ekspektasi 0,5%, menjadi salah satu katalis penguatan Dolar AS. Data tersebut bersama dengan hasil survei Indeks Manajer Pembelian (IMP) sektor jasa AS yang lebih baik dari perkiraan, menggambarkan prospek ekonomi AS yang optimis di tengah perlambatan ekonomi global. "Dengan konsumsi ritel yang menyumbang lebih dari 60% PDB AS, data ini semakin mengukuhkan pandangan bahwa ekonomi AS tetap solid di kuartal keempat. Hal ini memberikan tekanan tambahan bagi emas," jelas Andy. Selain itu, lanjut dia, imbal hasil obligasi Pemerintah AS tetap menjadi salah satu penghambat utama pergerakan emas. Imbal hasil obligasi 10-tahun AS turun tipis dari 4,40% menjadi 4,37%, sementara imbal hasil obligasi 2-tahun turun dari 4,25% menjadi 4,22%. Level imbal hasil obligasi AS tersebut masih cukup tinggi untuk menarik minat investor pada aset berbunga, mengurangi daya tarik emas sebagai aset lindung nilai (safe haven).
Baca Juga: Miliki Cadangan Emas Berkadar Tinggi di Palu, Begini Rekomendasi Saham BRMS Sementara itu, minat pasar terhadap konflik di Timur Tengah yang sebelumnya mendukung kenaikan harga emas kini mulai surut.
Investor saat ini lebih terfokus pada hasil pertemuan kebijakan moneter The Fed yang berlangsung selama dua hari. "Jika The Fed memberikan sinyal dovish, emas berpotensi kembali menguat. Sebaliknya, jika sikap hawkish terus dipertahankan, tekanan terhadap emas akan semakin besar," tutur Andy. Harga emas (XAU/USD) kembali melemah pada perdagangan hari Rabu (18/12), setelah gagal menembus level resistensi kunci di US$2.665 per ons troi.
Mengutip Bloomberg, Rabu (18/12) pukul 12.00 WIB, harga emas spot berada di posisi US$2.645 per ons troi. Meskipun demikian, Andy melihat, analisis teknikal menunjukkan adanya tanda-tanda pelemahan tren bearish yang bisa membuka peluang rebound dalam waktu dekat. Berdasarkan pola candlestick dan indikator Moving Average, tren bearish emas mulai menunjukkan tanda-tanda melemah. "Hari ini, emas berpotensi turun hingga ke level US$2.635. Namun, jika terjadi rebound, target kenaikan terdekatnya berada di sekitar US$2.663," ungkap Andy.
Baca Juga: Emas Jadi Aset Pilihan Saat Dunia Cemas Faktor teknikal ini memberikan gambaran bahwa meskipun tekanan jual masih dominan, ada peluang pembalikan arah jika harga mampu bertahan di atas level support penting. Level US$2.635 akan menjadi zona kritis untuk menentukan arah pergerakan emas selanjutnya. Secara keseluruhan, harga emas masih berada dalam tekanan bearish.
Namun, dengan tanda-tanda pelemahan tren bearish dari analisis teknikal, potensi rebound tetap ada. Andy menyarankan, para trader untuk tetap berhati-hati dan memperhatikan data ekonomi AS yang dirilis selama minggu ini, terutama menjelang keputusan suku bunga The Fed. Volatilitas masih akan tinggi dalam beberapa sesi ke depan.
‘’Penting untuk mengelola risiko dengan baik dan tetap berpegang pada strategi trading yang terencana,” pungkasnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .