KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga sembako yang stabil berpotensi mempengaruhi inflasi Mei yang datanya akan dirilis esok. Beberapa ekonom yang dihubungi Kontan.co.id, Minggu (3/6) mengungkapkan bahwa inflasi bulan Mei berpeluang lebih rendah. "Inflasi bulan Ramadan atau satu bulan sebelum Hari Raya Idul Fitri pada tahun ini kami prediksi akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada tahun-tahun sebelumnya, yakni 0,33% secara bulanan atau
month on month (mom) atau 3,35% secara tahunan alias
year on year (yoy) dengan inflasi inti sebesar 2,78%
yoy," kata Andry Asmoro, ekonom Bank Mandiri kepada Kontan.co.id, Minggu (3/6). Secara historis pada inflasi sebulan sebelum Lebaran, yakni Mei 2017 sebesar 0,39%
mom atau 4,33%
yoy dan pada Juni 2016 adalah sebesar 0,66%
mom dan 3,45%
yoy. Sedangkan inflasi satu bulan sebelum Lebaran pada Juni 2015 adalah 0,54%
mom dan 7,26%
yoy.
Andry menilai bahwa inflasi yang rendah pada bulan Mei ini terjadi karena stabilnya harga sejumlah komoditas pada komponen
volatile food. Komponen
volatile food stabil dengan terjaganya produktivitas serta pasokan stok bahan pangan seperti beras, daging ayam, telur ayam, dan bawang merah. Menurut Andry, pemerintah juga ikut andil bagian dengan menjaga lalu lintas dan distribusi pangan, manajemen stok, dan turut melakukan operasi pasar (OP) di berbagai daerah, serta penetapan harga eceran tertinggi (HET) yang dinilai cukup efektif dan berhasil dalam menjaga pergerakan dari harga pangan. Selain itu, bergesernya waktu panen raya ke bulan April 2018 juga menjadi salah satu faktor terjaganya pasokan stok bahan pangan di bulan Ramadan tahun ini. "Di sisi
administered price, kami melihat masih belum ada kenaikan harga yang berarti atau hampir tidak mengalami gejolak," kata Andry. Dia optimistis bahwa dengan tingkat inflasi Januari-Mei 2018 yang tetap terjaga, laju inflasi pada akhir tahun masih akan berada pada kisaran target inflasi Bank Indonesia tahun ini, yaitu 3,5% plus minus 1%. Bank Mandiri memprediksi inflasi tahun 2018 akan sebesar 3,6% yoy. Josua Pardede, ekonom Bank Permata memperkirakan inflasi Mei akan mencapai 0,23%
mom dan 3,25%
yoy. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 3,41%
yoy. "Penggerak inflasi bulan Mei adalah komponen
volatile food dan
administered prices," kata Josua. Menurut Josua, harga komoditas pangan di bulan Mei juga meningkat seperti daging ayam, daging sapi, dan telur ayam yang ikut berkontribusi terhadap inflasi. Beberapa bahan pangan lain seperti beras, bawang putih, dan cabai ikut berkontribusi terhadap deflasi pada komponen makanan. Josua melihat bahwa permintaan ayam dan telur cenderung meningkat selama periode puasa dan diperkirakan akan terus meningkat menjelang Hari Raya Idul Fitri 2018. Pemerintah diharapkan harus mengantisipasi dari segi pengelolaan harga pangan. "Melihat perkembangan inflasi 2018, inflasi
volatile food tumbuh lebih cepat daripada inflasi
headline yang menunjukkan bahwa pasokan komoditas pangan perlu ditingkatkan. Pemerintah harus lebih antisipatif dalam mengelola harga pangan terutama selama musim perayaan yang pada dasarnya terjadi setiap tahun," kata Josua
Selain itu, Josua juga menilai bahwa pada bulan Mei ini inflasi terlihat terkendali pada 2,74%
yoy. Dia menambahkan, kenaikan suku bunga kebijakan BI baru-baru ini juga bertujuan untuk mengurangi dampak transmisi nilai tukar pada inflasi. Sementara itu Pengamat Ekonomi UI Berly Martawardaya memperkirakan inflasi bulan Mei 2018 akan berkisar pada angka 0,5%-0,6%
mom. "Karena pada tahun 2016 dan tahun 2017 selalu sedikit di atas 0,6%," ujar Berly. Berly menambahkan, inflasi Mei disebabkan oleh demand pull atau meningkatnya permintaan masyarakat akan bahan pangan pangan seperti beras, daging, cabai, dan bawang. Dia menambahkan, inflasi bulan Mei belum tentu menjadi puncak inflasi sepanjang tahun 2018. "Belum tentu, karena seringkali di bulan Desember seringkali tinggi juga inflasinya," pungkas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati