KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang tutup tahun, sejumlah emiten kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) memacu kinerja stabil untuk tahun buku 2024. Tidak dipungkiri, efek samping El Nino atau kemarau panjang di tahun 2023 masih mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi sawit. Ditambah, pada awal dan pertengahan tahun ini, para emiten menghadapi sejumlah tantangan di antaranya melemahnya harga jual rata-rata untuk CPO dan Palm Krenel atau average selling price (ASP) karena adanya persaingan dengan minyak nabati lainnya di pasar global. Dan sepanjang tahun ini, beberapa emiten tengah melakukan program replanting atau peremajaan pohon sawit yang secara langsung berpengaruh pada menurunnya produksi Tandan Buah Segar (TBS) dan CPO mereka di tahun ini. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) Dari sisi produksi, emiten kelapa sawit milik Grup Astra, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menargetkan produksi CPO hingga tutup tahun ini sama dengan produksi sepanjang tahun 2023. Sebagai gambaran sepanjang tahun lalu, AALI mencatatkan produksi TBS sebanyak 3,31 juta ton dengan produksi CPO sebesar 1,27 juta ton.
SMAR Chart by TradingView PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) Target produksi yang stabil atau setidaknya sama dengan tahun lalu juga masih coba dibidik oleh Triputra Agro Persada (TAPG). "Perseroan memperkirakan produksi CPO pada akhir tahun mencapai (kurang lebih) ~1 juta ton. Dimana kondisi ini tidak akan jauh berbeda dari pencapaian tahun sebelumnya," ungkap ungkap Corporate Secretary TAPG, Joni Tjeng kepada Kontan beberapa waktu lalu. Sebagai gambaran sepanjang tahun lalu, TAPG mencatatkan produksi TBS sebanyak 3,05 juta ton dengan CPO sebanyak 975 ribu ton. Adapun, dari sisi kinerja keuangan TAPG per kuartal III 2024 mencatatkan pendapatan sebesar Rp 6,24 triliun atau naik 3,37% dibandingkan periode sama tahun lalu senilai Rp 6,03 triliun. Dengan laba bersih yang naik sebesar 46,58% dengan nilai Rp 1,61 triliun jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu senilai Rp 1,1 triliun. Terkait penambahan jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan ekspansi secara umum, hingga akhir tahun Joni mengatakan belum ada. Namun untuk tahun depan, TAPG tak menutup kesempatan untuk hal tersebut. "Perseroan pada saat ini belum memiliki rencana untuk menambah jumlah pabrik kelapa sawit. Akan tetapi perseroan tidak menutup kemungkinan untuk peningkatan kapasitas terpasang pada pabrik- pabrik yang sudah ada di tahun 2025," tambahnya. Dari sisi lahan, hingga 2024, TAPG memiliki 23 perkebunan kelapa sawit, 18 Pabrik Kelapa Sawit (PKS), 1 pabrik minyak inti sawit yang tersebar di kawasan Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur dengan lahan tertanam sawit seluas ± 159.500 ha. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) Kendala produksi juga dialami oleh PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) sepanjang tahun ini. El-Nino yang terjadi pada semester kedua tahun 2023 masih memiliki efek jangka panjang terhadap produksi TBS SGRO pada paruh kedua tahun 2024. "Khususnya untuk area Sumatra, di mana dampak El-Nino yang terjadi lebih parah jika dibandingkan dengan area Kalimantan," ungkap Head of Investor Relation SGRO, Stefanus Darmagiri, saat dihubungi Kontan, Kamis (7/11). Karena itulah, Stefanus mengatakan produksi TBS dari kebun inti Perseroan diperkirakan akan lebih rendah sekitar 10% yoy pada tahun 2024. "Ini jika dibandingkan dengan tahun 2023. Kami berharap produksi TBS SGRO pada semester kedua 2024 akan lebih baik jika dibandingkan dengan semester pertama 2024, mengingat bahwa puncak panen produksi TBS terjadi pada akhir kuartal ketiga dan awal kuartal keempat," tambahnya. Di tahun ini, SGRO juga memiliki target untuk melaksanakan replanting pada lahan sawit mereka seluas 10.000 ha. Adapun hingga akhir September 2024, SGRO telah melakukan kegiatan replanting sekitar 4.900 ha untuk kebun inti. Adapun, dari sisi kinerja keuangan SGRO per kuartal III 2024 mencatatkan pendapatan sebesar Rp 3,48 triliun atau turun 16,25% dibandingkan periode sama tahun lalu senilai Rp 4,16 triliun. Dengan laba bersih yang juga turun 41,42% dengan nilai Rp 247,27 miliar jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu senilai Rp 422 miliar. Dari sisi lahan, hingga 2024, SGRO memiliki lahan tertanam sekitar 130 ribu ha dengan lokasi kebun di Sumatra Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Dengan 8 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan total kapasitas sebesar 515 ton/jam, dengan lima PKS berada di Sumatra dan tiga PKS berada di Kalimantan. Baca Juga: Mayoritas Emiten CPO Catat Kinerja Positif di Kuartal III-2024, Ini Kata Analis PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) Menjelang tutup tahun, PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) memprediksi akan adanya penurunan produksi TBS dan CPO hingga akhir tahun ini. Sama seperti SGRO, tanaman sawit milik CSRA masih merasakan efek samping dari El Nino tahun kemarin. "Yang masih terasa adalah dampak dari El Nino tahun lalu, memang berimbas pada produksi pertanian 1-2 tahun setelahnya," ungkap Seman Sendjaja selaku Direktur Keuangan dan Pengembangan Strategis CSRA saat dihubungi Kontan, Rabu (6/11). Karena itulah, Seman bilang hingga tutup tahun, total produksi TBS adalah sebanyak 320 ribu ton dengan CPO sebanyak 65 ribu ton. Menjelang tahun 2025, CSRA juga akan melaksanakan replanting di lahan sawit mereka seluas 375 ha. Dengan penambahan wilayah ijin lokasi untuk tahun 2025 adalah 4000 ha di kawasan Sumatra Selatan. "Saat ini perusahaan memiliki PKS di kabupaten Labuhan Batu dan kabupaten Tapanuli Selatan. Perusahaan juga sedang membangun PKS ke 3 di Kabupaten Banyuasin yang diaharapkan mulai beroperasi pada akhir tahun 2025," tutupnya. Adapun, dari sisi kinerja keuangan CSRA per kuartal III-2024 mencatatkan penjualan sebesar Rp 758,78 miliar atau naik 12,2% dibandingkan periode sama tahun lalu. Dengan laba bersih yang juga naik 5,4% dengan nilai Rp 125,39 miliar jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu senilai Rp 118,99 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: Anna Suci Perwitasari