Jeli intervensi



Kalau saja PT Pertamina adalah sebuah perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa, investor yang mengempit saham Pertamina pasti cemas. Sebabnya, pemerintah menahan Pertamina menaikkan harga BBM non subsidi seperti Pertamax dan Pertalite dengan mewajibkan mereka meminta izin setiap kali ingin menaikkan harga. Aturan seperti ini sudah akan membuat saham Pertamina anjlok.
 
Untung, Pertamina belum mejeng di bursa. Jadi spekulasi dampak buruk intervensi pemerintah terhadap bisnis Pertamina tidak tercermin di bursa saham atau membuat investor pusing. Kalau pun langkah pemerintah itu menimbulkan kepusingan baru bagi para bos Pertamina, semuanya akan teredam oleh tembok-tembok kantor Pertamina. Titah sang pemilik kudu dijalankan.
 
Tapi jangan salah, skenario di atas pernah benar-benar terjadi, lo. Pada 22 Maret lalu, harga saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR) longsor 4% menjadi Rp 4.800 per saham karena tiba-tiba presiden mengumpulkan para pengusaha dan mewacanakan menurunkan tarif tol. Asal tahu saja, 25% pendapatan JSMR berasal dari bisnis tol. Hitungan cepat investor menyimpulkan, intervensi penurunan tarif tol oleh pemerintah akan memukul bisnis Jasa Marga.
 
Hingga kini, skema penurunan tarif tol itu masih digodok. Tapi, tampaknya, sentimen negatif telanjur melingkupi saham JSMR. Sejak hari itu, harga saham Jasa Marga belum kembali ke kisaran harga Rp 5.000 (posisi 21 Maret). Kemarin, harga saham ini Rp 4.660 per saham.
 
Kembali ke soal intervensi harga BBM, buntut kebijakan itu bisa lebih panjang. Bagi Pertamina, misalnya, melemahnya kontrol atas harga produknya sendiri bisa dinilai negatif oleh lembaga rating atau kreditur. Lebih luas lagi, seperti banyak disuarakan pengamat dan kalangan industri, intervensi harga bisa mempengaruhi iklim investasi di sektor ini. Perusahaan seperti Shell pasti berpikir ulang untuk menggenjot ekspansi SPBU jika gaya intervensi pemerintah itu berlanjut.
 
Di satu sisi, kita paham, pemerintah memang tengah bekerja keras menjaga inflasi. Tujuan akhirnya tak lain menjaga daya beli masyarakat dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Cuma, pemerintah mesti lebih hati-hati jika ingin menempuh jurus intervensi harga barang atau jasa yang sudah menjadi bisnis swasta. Selain soal pemilihan jenisnya, timing pengumuman kebijakan itu juga mesti cermat. Jika serampangan, jangan-jangan agregat dampaknya bagi perekonomian justru negatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi