Jemaah Islamiyah Resmi Mengumumkan Bubar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pemimpin kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) merilis video yang menyatakan membubarkan organisasi dan siap mematuhi hukum di Indonesia. Meskipun pembubaran ini tidak berarti ancaman teror akan hilang sepenuhnya, ada kelompok-kelompok pecahan yang masih harus diwaspadai.

Pandangan ini disampaikan oleh para pengamat seiring tayangnya video soal deklarasi 16 anggota senior JI yang menyatakan membubarkan organisasi tersebut pada Minggu (30 Juni). Video itu diambil pada sebuah acara yang diprakarsai oleh Detasemen Khusus 88 (Densus 88).

JI adalah organisasi yang berada di balik serangkaian serangan teroris paling mematikan di Asia Tenggara, termasuk bom Bali tahun 2002 yang menewaskan 200 orang.


Video tersebut diunggah di akun YouTube situs Islam garis keras, Arrahmah, pada Rabu (3 Juli).

Baca Juga: Singapura Perketat Peraturan Terkait Kasino untuk Cegah Pendanaan ke Terorisme

Dalam video tersebut, 16 petinggi JI berdiri di atas panggung, di antaranya Abu Rusdan, petinggi JI yang ditangkap di Bekasi pada September 2021 dan Para Wijayanto, yang ditangkap pada 2019 karena merekrut militan serta mengumpulkan dana untuk ke Suriah. Keduanya masih dalam masa tahanan.

Abu Rusdan mengatakan bahwa pembubaran JI disepakati oleh majelis para senior dan para pemimpin pondok pesantren yang berafiliasi dengan JI. Mereka sepakat untuk kembali ke pangkuan negara Republik Indonesia, dan akan mengubah kurikulum seluruh pesantren yang berafiliasi dengan JI agar tidak ada lagi materi-materi yang mengajarkan ekstremisme.

"Kami juga siap terlibat aktif dalam mengisi kemerdekaan sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan bermartabat ... kami siap mematuhi peraturan hukum yang berlaku," lanjut Abu Rusdan.

CNA telah menghubungi perwakilan JI, namun dia mengatakan bahwa mereka tidak diperkenankan memberi pernyataan sebelum ada pemberitahuan secara resmi dari negara terkait hal ini.

Reuters melaporkan pada Kamis bahwa Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menolak berkomentar mengenai perkembangan ini, tetapi akan segera mengadakan konferensi pers.

Hasil Diskusi Elit JI

Dr. Noor Huda Ismail, pengamat terorisme dan peneliti tamu di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, mengatakan pembubaran JI adalah hasil diskusi internal para elite JI, termasuk melibatkan Abu Rusdan dan Para Wijayanto yang paling dihormati di organisasi tersebut.

"Di masa kepemimpinan Para Wijayanto, hampir tidak ada serangan yang dilakukan oleh JI, tetap penangkapan mereka yang terlibat dalam perang Suriah, misalnya dalam soal pendanaan, tetap dilakukan," kata Noor Huda kepada CNA.

"Mereka yang dipenjara ini kemudian melakukan dialog yang intensif di antara mereka, difasilitasi oleh Densus 88."

JI dibentuk pada 1993 oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir dengan misi membangun negara Islam di Asia Tenggara. Abdullah meninggal dunia pada 1999 dan Abu Bakar divonis penjara 15 tahun pada 2011 atas tuduhan pendanaan pelatihan militan di Aceh. Abu Bakar yang kini berusia 83 tahun dibebaskan pada 2021 dengan alasan kemanusiaan.

Pengadilan Negeri Jakarta pada 2008 menetapkan JI yang berafiliasi dengan Al-Qaeda sebagai organisasi terlarang di Indonesia setelah beberapa kali serangan teroris dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan kelompok ini.

Baca Juga: Singapura Bertekad Menghadapi Lonjakan Risiko Kejahatan Pencucian Uang

Perpecahan beberapa kali terjadi di kelompok JI, memunculkan beberapa organisasi sempalan yang didirikan oleh orang-orang yang tidak puas dengan keputusan para elite. Abu Bakar sendiri keluar dari JI dan membentuk Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada tahun 2000 sebelum dia sendiri akhirnya mundur dari organisasi tersebut pada 2008 karena cekcok internal.

Amerika Serikat pada 2017 menetapkan MMI sebagai Specially Designated Global Terrorist (SDGT) karena dianggap terkait dengan gerakan Al-Qaeda dan Al-Nusra Front. AS menilai kelompok ini memiliki risiko signifikan untuk melakukan tindakan terorisme, namun MMI membantah semua tuduhan tersebut.

Baik MMI dan beberapa pengamat menyambut baik pembubaran JI.

"Kelompok yang selama ini berseberangan dengan sistem, kini mencoba inherent dengan sistem. Masyarakat dan aparat harus mengapresiasi, karena memang ini yang diinginkan, bahwa mereka harus dirangkul dan berkontribusi dalam membangun Indonesia," kata Pengamat terorisme dari The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya.

MMI mengaku mensyukuri pembubaran JI karena menurut mereka organisasi ini telah menyakiti umat Islam. "Jika benar pernyataan itu disampaikan dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan, kami mensyukurinya," kata Irfan S. Awwas, Katib Am AHWA (Ahlul Halli Wal Aqdi) MMI kepada CNA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .