TOKYO. Jepang harus menghadapi resesi pertama paska perang dunia lantaran produksi sejumlah pabrikannya menyusut 9,6% di bulan Desember. Tak hanya itu saja, tingkat pengangguran semakin tinggi dan pengeluaran rumah tangga kian ketat. Penurunan produksi justru lebih mundur dari bulan sebelumnya yang hanya terkikis 8,5%. Data ini diungkapkan oleh Menteri Perdagangan hari Jumat (30/1) di Tokyo. Tingkat pengangguran ini melejit dari 3,9% menjadi 4,4%, lompatan yang paling tinggi dalam 41 tahun terakhir ini. Resesi di AS maupun Eropa, dan juga lambatnya perekonomian di China telah mengikis permintaan kendaraan dan elektronik Jepang. Toshiba Corp., yang telah memecat 4.500 pekerjanya, kemarin memprediksikan kerugian tahunannya dan rencana penundaannya membangun pabrik chip. Minggu ini, Honda Motor Co. juga besar pemangkasan produksinya. "Perekonomian Jepang terjun bebas. Tidak ada satupun yang bisa menggerakkan pertumbuhan," tukas Junko Nishioka, Economist untuk RBS Securities Japan Ltd. di Tokyo. Pengeluaran rumah tangga tergelincir 4.6%, penurunan di bulan yang ke-qo. Sementara itu harga-harga konsumen tidak termasuk makanan segar hanya naik 0,2% di bulan Desember, dan kian melambat dari bulan sebelumya yang menggelinding 1%. "Ada penyesuaian resesi secara global dan pabrikan telah merespons dengan sangat agresif. Hal ini memberikan dampak yang cukup mendalam dalam pertumbuhan ekonomi," kata Jan Lambregts, Head of Asian Research untuk Rabobank International di Hong Kong. Minggu ini, International Monetary Fund menegaskan bahwa GDP Jepang terjungkal 2,6% tahun ini, proyeksi yang paling muram untuk negara yang tergabung dalam Group of Seven kecuali Inggris ini. Kontraksi kali ini merupakan yang paling buruk yang terjadi di Jepang sejak Perang Dunia II.
Jepang Menghadapi Resesi Pertama Paling Buruk
TOKYO. Jepang harus menghadapi resesi pertama paska perang dunia lantaran produksi sejumlah pabrikannya menyusut 9,6% di bulan Desember. Tak hanya itu saja, tingkat pengangguran semakin tinggi dan pengeluaran rumah tangga kian ketat. Penurunan produksi justru lebih mundur dari bulan sebelumnya yang hanya terkikis 8,5%. Data ini diungkapkan oleh Menteri Perdagangan hari Jumat (30/1) di Tokyo. Tingkat pengangguran ini melejit dari 3,9% menjadi 4,4%, lompatan yang paling tinggi dalam 41 tahun terakhir ini. Resesi di AS maupun Eropa, dan juga lambatnya perekonomian di China telah mengikis permintaan kendaraan dan elektronik Jepang. Toshiba Corp., yang telah memecat 4.500 pekerjanya, kemarin memprediksikan kerugian tahunannya dan rencana penundaannya membangun pabrik chip. Minggu ini, Honda Motor Co. juga besar pemangkasan produksinya. "Perekonomian Jepang terjun bebas. Tidak ada satupun yang bisa menggerakkan pertumbuhan," tukas Junko Nishioka, Economist untuk RBS Securities Japan Ltd. di Tokyo. Pengeluaran rumah tangga tergelincir 4.6%, penurunan di bulan yang ke-qo. Sementara itu harga-harga konsumen tidak termasuk makanan segar hanya naik 0,2% di bulan Desember, dan kian melambat dari bulan sebelumya yang menggelinding 1%. "Ada penyesuaian resesi secara global dan pabrikan telah merespons dengan sangat agresif. Hal ini memberikan dampak yang cukup mendalam dalam pertumbuhan ekonomi," kata Jan Lambregts, Head of Asian Research untuk Rabobank International di Hong Kong. Minggu ini, International Monetary Fund menegaskan bahwa GDP Jepang terjungkal 2,6% tahun ini, proyeksi yang paling muram untuk negara yang tergabung dalam Group of Seven kecuali Inggris ini. Kontraksi kali ini merupakan yang paling buruk yang terjadi di Jepang sejak Perang Dunia II.